Jakarta-IMBCNews- Dalam rangka memperingati salah satu tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia, Haji Agus Salim yang wafat 70 tahun lalu, digelar peluncuran dan bedah buku bertajuk ‘Haji Agus Salim: The Grand Old Man’ di kampus Universitas Yarsi Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11/2024).
Agus Salim, yang lahir dengan nama Masjhoedoelhaq pada 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Sumatera Barat, dikenal luas sebagai sosok yang cerdas,berwawasan luas, dan memiliki kemampuan diplomasi yang luar biasa. Beliau wafat pada 4 November 1954 di Jakarta, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Kegiatan peluncuran dan bedah buku diawali keynote speaker oleh Prof. Emil Salim, kemudian paparan oleh para narasumber; Prof. Meutia Hatta, Prof. Komaruddin Hidayat, Prof. Fasli Jalal dan Muhammad Ali dengan moderator Burmalis Ilyas.
Prof. Emil Salim menyampaikan bahwa sosok Haji Agus Salim sebagai salah satu tokoh pejuang bangsa, patut dijadikan inspirasi dan teladan bagi generasi selanjutnya, agar berjuang dengan hati ikhlas dan jujur.
“Jika kau ingin berbuat untuk negeri, lakukanlah dengan jujur, ikhlas, dan tanpa pamrih. Lakukan semua dengan tulus. Jika kau berjuang, gunakan kata hati. Kata dan jiwa mesti menjadi satu. Jangan hanya kau hebat berpidato, tapi ternyata mengejar kekayaan. Jangan kau kejar kepentingan sendiri selama rakyat masih hidup dalam kemiskinan,” demikian kutipan ucapan Haji Agus Salim yang disampaikan Emil Salim.
Emil Salim yang kini berusia 94 tahun merupakan keponakan Haji Agus Salim merupakan tokoh lingkungan hidup yang berperan di tingkat nasional dan internasional, pernah beberapa kali menjadi menteri di masa Presiden Soeharto, serta Ketua Delegasi Indonesia dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim.
Menurut Prof. Meutia Hatta, Haji Agus Salim sebagai pemimpin yang mendidik dirinya sendiri, beliau sangat cerdas. “Beliau lebih tua dibanding ayah saya,” ujar putri Proklamator Kemerdekaan RI Muhammad Hatta (Bung Hatta) yang pernah menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Prof. Fasli Jalal mengatakan, buku ‘Haji Agus Salim: The Grand Old Man’ mengangkat perjalanan hidup Haji Agus Salim sebagai pejuang kemerdekaan, diplomat, ulama dan Jurnalis yang berjasa besar dalam perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
”Beliau sosok yang sederhana berjuang untuk kehormatan bangsa dan negara bukan untuk kepentingan pribadi. Ini sosok yang perlu diteladani bagi generasi muda saat ini,” jelas Fasli Jalal, Rektor Universitas Yarsi yang pernah menjadi Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Prof. Komaruddin Hidayat, kondisi saat ini ibarat mereka yang mengagumi pohon besar. “orang-orang kagum dengan batang dan ranting serta daunnya, tapi mereka lupa ada sesuatu yang sangat berperan penting yaitu akar pohon itu. Haji Agus Salim adalah akar, sebagai pendiri bangsa,” ujar mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Seperti diketahui Agus Salim, yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 27 Desember 1961 melalui Keputusan Presiden Nomor 657 tahun 1961, dikenal sebagai “The Grand Old Man” karena kontribusinya yang besar dalam bidang diplomasi, jurnalisme, dan pendidikan.
Beliau juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam beberapa kabinet Indonesia pasca-kemerdekaan, dan terlibat dalam perundingan internasional penting seperti Konferensi Meja Bundar (KMB) di Belanda.
Sebagai seorang tokoh yang juga berperan dalam dunia jurnalistik, Agus Salim mendirikan dan memimpin beberapa surat kabar terkemuka, di antaranya Harian Neratja dan Fadjar Asia.
Selain itu, ia aktif dalam organisasi Sarekat Islam dan menjadi salah satu pemimpin yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan diplomasi dan kata-katanya yang tajam.
Beliau menguasai tujuh bahasa asing dan memainkan peran penting dalam sejumlah perundingan internasional yang menguntungkan kemerdekaan Indonesia. (KS)