IMBCNews – Jakarta – Jalan fikiran Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menyelesaikan perang Rusia vs Ukraina sulit ditebak arahnya, sehingga ada yang beranggapan, sikapnya cenderung menguntungkan salah satu pihak yang bertikai.
Saat ia tampak menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk menyepakati gencatan senjata dengan membekukan bantuan militer yang sangat diandalkan untuk menahan gempuran mesin perang raksasa Rusia, orang menganggap ia lebih cenderung memihak Rusia di bawah Presiden Vladimir Putin.
Dalam pertemuan di Gedung Putih, Washington, AS, 28 Feb. lalu, Trump dan Zelenskyy sempat bersitegang, bahkan berujung pengusiran terhadap presiden Ukraina itu karena dianggap tidak sopan, di depan media AS menyerang presidennya.
Kekesalan Trump tak hanya terkait perbedaan susbtansial yakni keengganan Zelenskyy untuk menerima gencatan senjata yang digagasnya, tetapi juga cara berpakaiannya (hanya mengenakan pullover) pada pertemuan di Ruang Oval, Gedung Putih yang yang merupakan simbul tertinggi di AS.
Namun di saat mata dunia menganggap Trump dan Zelenskyy putus kongsi – dan ini tentu musibah bagi Ukraina – karena tanpa aliran bantuan militer besar-besaran dari AS (69,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp1,1 quadriliun sejak awal perang, 24 Feb. 2022) tentu menyulitkannya di medan perang, tiba-tiba Trump juga mengancam Rusia.
Trump menyatakan akan mempertimbangkan sanksi baru pada Rusia terkait perbankan dan pengenaan tarif bea masuk tinggi bagi produk ekspor dari negara itu. Sebelumnya, AS dan sekutunya telah mengeluarkan sejumlah bank Rusia dari sistem pembayaran antarbank global(Society for worldwide Interbank Financial Telecommunication – SWIFT).
Rusia agaknya memanfaatkan penghentian bantuan militer AS ke Ukraina, melancarkan serangan rudal besar-besaran denga 67 rudal dan sekitar 200-an drone, ke ibukota Kyiv, Kamis malam (6/3), menimbulkan kerusakan serius pada infrastruktur energi dan gas Ukraina.
Namun agaknya salah duga, mungkin Rusia menganggap AS di bawah Presiden Trump cenderung berempati pada mereka, ternyata Prsiden Trump malah mengancam pengenaan sanksi baru:
“Berdasarkan fakta, Rusia terbukti telah menggempur Ukraina, maka saya sangat mempertimbangkan sanksi perbankan dan pengenaan tarif berskala besar hingga gencatan senjata dan perjanjian akhir perdamaian tercapai, “ kata Trump seperti dikutip dari Reuters, Jumat (7/3).
“Segera lah duduk bersama, sebelum terlambat. Terima kasih!!!, ” seru Trump.
Tekad Trump untuk menyelesaikan perang Rusia vs Ukraina memang sudah dilontarkannya dalam janji kampanye saat nyapres dalam Pilpres 5 November tahun lalu.
Dunia menanti, Trump dengan gaya “cowboy”-nya, dengan mengancam sana-sini, apakah bakal mumpuni menghentikan perang Ukarina. (imbcnews: Theo/sumber diolah: reuters/ns)