IMBCNEWS – JAKARTA – PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan, pesawat tempurnya berhasil menyerang tiga fasilitas nuklir Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan, Sabtu malam (21/6) saat konflik antara Israel dan Iran memasuki pekan kedua.
Tiga fasilitas pengayaan Uranium yang selangkah lagi bisa memproduksi plutonium yakni Natanz, (140 mil selatan Teheran) Fordo 32 km timur laut Qom) dan Isahan (433 km selatan Teheran) dilaporkan sejumlah media, sebelumnya (13/6) mengalami kerusakan berarti akibat serangan udara Israel.
Hanya AS yang mampu menghancurkan reaktor nuklir Fordo, yang dibangun 80 km di bawah permukaan tanah, menggunakan bom khusus GBU-57 Bunker Buster berbobot 13,6 ton yang diangkut penebom strategis, Siluman B-2.
Militer Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah menggunakan enam bom Bunker Buster GBU-57 dalam menyerang area situs nuklir Fordow di Iran. Namun belum ada bukti tanda-tanda kerusakan pada situs nuklir terpenting di negara Islam tersebut.
Pembawa acara “Hanity” Fox News mengatakan Presiden Trump telah memberinya rincian tentang serangan AS di Iran. Menurutnya, AS menggunakan enam bom Bunker Buster—masing-masing berbobot 13,6 ton—dalam serangannya terhadap area fasilitas nuklir Fordow.
Bom-bom tersebut, katanya, dijatuhkan dari pesawat
pengebom siluman B-2.
Hannity mengeklaim Fordow memiliki dua pintu masuk dan satu poros ventilasi, yang kemungkinan berfungsi sebagai titik masuk bagi bom GBU-57 Massive Ordnance Penetrators (MOP).
CNN melaporkan dari sebuah sumber, pesawat pengebom B-2 Stealth US Air Force digunakan dalam operasi akhir pekan itu.
Trump telah mempertimbangkan serangan itu selama berhari-hari. Serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran pada Sabtu (21/6) diperkirakan memicu gejolak pasar saat perdagangan dibuka kembali.
Harga minyak melonjak
Investor memperkirakan harga minyak akan melonjak, sementara permintaan terhadap aset aman seperti dollar AS dan emas ikut meningkat.
Serangan tersebut diumumkan oleh Presiden Donald Trump melalui media sosial Truth Social. Langkah ini memperdalam keterlibatan Washington dalam konflik Timur Tengah.
Sepanjang akhir pekan, investor menganalisis berbagai kemungkinan dampak terhadap pasar global. Setelah pengumuman itu, sejumlah analis memperkirakan pelemahan saham dan penguatan aset safe haven.
Namun, mereka juga mencatat bahwa ketidakpastian terkait kelanjutan konflik masih tinggi dan langkah nekat Trump bakal memperdalam keterlibatan Washington dalam konflik Timur Tengah.
Trump menyebut serangan itu “berhasil.” Namun, belum ada informasi rinci mengenai dampak dan skala kerusakan ketiga situs nuklir yang diduga mampu melakukan pengayaan uranium sampai 60 persen, dari 90 persen yag dibutuhkan untuk membuat hulu ledak nuklir.
“Saya pikir pasar akan langsung terkejut. Harga minyak kemungkinan dibuka lebih tinggi,” kata Mark Spindel, Chief Investment Officer Potomac River Capital, dikutip dari Reuters, Minggu (22/6).
“Belum ada penilaian kerusakan. Itu akan memakan waktu. Meski Trump menyebut ini ‘selesai’, kita sekarang terlibat. Apa yang akan terjadi selanjutnya?,” tambahnya.
Spindel juga mengatakan bahwa ketidakpastian akan menyelimuti pasar. Ia memperkirakan volatilitas akan meningkat, terutama di sektor minyak.
Namun demikian, ia menilai investor masih punya waktu untuk mencerna informasi sebelum pasar dibuka. Ia juga sudah menjadwalkan diskusi dengan pelaku pasar lainnya.
Dampak pada harga minyak
Salah satu kekhawatiran utama pasar adalah dampak terhadap harga minyak. Lonjakan harga minyak dapat memicu inflasi dan menekan kepercayaan konsumen.
Hal ini sekaligus juga bisa memperkecil peluang penurunan suku bunga dalam waktu dekat.
“Ini menambah risiko baru yang rumit dan harus kita pantau,” kata Jack Ablin, Chief Investment Officer Cresset Capital. “Ini jelas akan berdampak pada harga energi dan mungkin juga inflasi,” lanjutnya.
Sejak 10 Juni, harga minyak mentah Brent sudah naik 18 persen. Pada Kamis (19/6), harga minyak menyentuh hampir lima bulan tertinggi di 79,04 dollar AS per barel.
Sementara itu, indeks S&P 500 cenderung stabil setelah sebelumnya turun menyusul serangan Israel terhadap Iran pada 13 Juni.
Sebelum serangan AS, Oxford Economics sudah membuat simulasi tiga skenario dampak konflik. Salah satunya mencakup penghentian total produksi minyak Iran dan penutupan Selat Hormuz.
Masing-masing skenario menunjukkan dampak besar terhadap harga minyak global. Dalam skenario terburuk, harga minyak melonjak ke 130 dollar AS per barel. Inflasi AS bisa mendekati 6 persen pada akhir tahun ini.
“Kenaikan harga ini akan menekan belanja konsumen karena pendapatan riil terpukul. Skala inflasi dan kekhawatiran efek lanjutan bisa menghapus peluang pemangkasan suku bunga di AS tahun ini,” tulis Oxford.
Jamie Cox, Managing Partner Harris Financial Group, mengatakan harga minyak kemungkinan melonjak dalam beberapa hari.
Namun ia memperkirakan lonjakan itu bersifat sementara. Menurut Cox, serangan ini bisa mendorong Iran untuk mencari kesepakatan damai dengan Israel dan AS.
“Setelah demonstrasi kekuatan ini dan penghancuran total kemampuan nuklirnya, Iran kehilangan pengaruh. Mereka mungkin akan memilih jalan damai,” katanya.
Sejumlah ekonom memperingatkan bahwa lonjakan harga minyak bisa memperparah tekanan terhadap ekonomi global.
Terutama karena perekonomian dunia juga sedang terdampak oleh kebijakan tarif Presiden Trump. Meski begitu, sejarah menunjukkan bahwa koreksi pasar saham bisa saja berlangsung singkat.
Dalam beberapa konflik besar sebelumnya, pasar sempat melemah tapi kemudian pulih. Contohnya pada invasi Irak pada 2003 dan serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi pada 2019.
Setelah awal yang lesu, saham-saham justru naik dalam beberapa bulan berikutnya. Data Wedbush Securities dan CapIQ Pro menunjukkan indeks S&P 500 rata-rata turun 0,3 persen dalam tiga minggu pertama pasca-konflik, namun dua bulan kemudian, rata-rata naik 2,3 persen.
Jika terus bereskalasi, konflik juga bisa berdampak pada dollar AS. Tahun ini, dolar telah melemah karena kekhawatiran atas menurunnya posisi dominan AS secara global.
Namun jika AS terlibat langsung dalam perang Iran-Israel, dolar bisa menguat karena diburu sebagai aset safe haven.
“Apakah kita akan melihat pelarian ke aset safe haven? Jika ya, maka yield turun dan dolar menguat,” kata Steve Sosnick, Chief Market Strategist IBKR, Connecticut.
“Sulit membayangkan saham tidak terdampak negatif. Besarnya dampak akan tergantung pada respons Iran dan apakah harga minyak melonjak,” tambahnya.
Perang, ada yang menang ada yang kalah, tepi yang jelas membuat banyak pihak sengsara. (imbcnews/THeo/sumber diolah: CNN/al-Jazeera)