BUKITTINGGI – Kamis 5 Juni 2025 – Di tengah hiruk-pikuk proses seleksi terbuka calon Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bukittinggi, muncul satu nama yang kini menjadi sorotan: Ade Mulyani, SE, M.Si.
Sosok perempuan tangguh yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemko Bukittinggi ini bukan sekadar pelengkap daftar, ia adalah simbol perubahan, representasi kualitas, dan potensi sejarah yang tengah menanti untuk ditorehkan.
Bukittinggi, kota bersejarah yang dikenal sebagai tanah kelahiran Bung Hatta dan kota perjuangan, selama ini belum pernah mencatatkan nama perempuan dalam posisi tertinggi birokrasi sebagai Sekda.
Namun kini, peluang itu terbuka nyata. Dari tiga calon yang tersisa, Ade Mulyani menjadi satu-satunya perempuan, sebuah fakta yang tidak hanya mencerminkan inklusivitas, tapi juga menegaskan pentingnya ruang bagi kepemimpinan perempuan dalam birokrasi modern.
Dengan ketenangan dan gaya kepemimpinan yang sistematis, Ade dikenal luas sebagai pejabat yang lugas, pekerja keras, dan sarat gagasan. Di balik perannya sebagai pejabat struktural, ia juga menjalankan peran penting sebagai ibu rumah tangga.
Kombinasi ini menjadikannya sosok yang lengkap, berpengalaman, berempati, dan berdaya tahan tinggi dalam menghadapi kompleksitas tugas pemerintahan.
Di masa kepemimpinan Wali Kota Ramlan Nurmatias, peran Ade terasa semakin strategis. Ia bukan hanya memberikan pertimbangan teknokratis dalam bidang ekonomi dan pembangunan, tetapi juga menyumbangkan narasi kebijakan yang berbasis data dan berpijak pada kebutuhan masyarakat.
Program “Bukittinggi Gemilang” menjadi salah satu contoh konkret di mana tangan dingin dan visi luas Ade ikut mewarnai prosesnya.
Seleksi terbuka untuk jabatan Sekdako resmi ditutup pada 7 Mei 2025 lalu, dan dari enam nama yang masuk, kini tersisa tiga calon kuat:
– Ade Mulyani, SE, M.Si – Staf Ahli Ekonomi dan Pembangunan
– Rofie Hendria, S.STP, M.Si – Kepala Dinas Pariwisata
– Rismal, S.STP, M.Si – Asisten II
Namun dari ketiganya, hanya Ade yang membawa peluang sejarah, menjadi perempuan pertama yang menjabat Sekdako Bukittinggi.
Bukittinggi bukan kota asing bagi kiprah perempuan. Di sinilah lahir Polwan pertama Indonesia, dan dari kota ini pula muncul banyak tokoh wanita inspiratif.
Kini, sejarah berpeluang ditulis ulang. Bukan karena gender semata, tapi karena kualitas dan dedikasi yang telah lama ia buktikan.
Dalam era di mana kepemimpinan dituntut untuk inklusif, visioner, dan berorientasi pada pelayanan publik, Ade Mulyani hadir sebagai jawaban atas kebutuhan zaman.
Ia membuktikan bahwa representasi perempuan di tingkat tertinggi birokrasi bukan hanya soal keterwakilan, tapi soal kemampuan dan keberanian untuk membawa perubahan nyata.
Apakah sejarah akan berubah di Bukittinggi? Jawabannya: bisa jadi. Dan Ade Mulyani adalah bab awalnya.
Penulis: Alex.jr
(Wartawan Muda Bukittinggi)