IMBCNews – JAKARTA – Arab Saudi akan menjadi tuan rumah KTT para pemimpin negara Arab, Kamis (20/2) guna membahas gagasan kontroversial Presiden AS Donald Trump untuk mrekonstruksi wilayah Jalur Gaza yang porak poranda akibat bombardemen Israel, sekaligus memindahkan warga Palestina ke negara-negara tetangganya.
AFP melaporkan, Jumat (14/2) pemimpin negara Arab a.l. Mesir, Yordania, Qatar, Uni Emirat Arab dan Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas dijadwalkan hadir dan mereka selanjutnya juga akan menghadiri KTT Liga Arab di Kairo, 27 Feb. 2025.
Gagasan Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasikan warga Palestina ke negara tetangganya seperti Mesir dan Yordania, dan disebut-sebut juga Indonesia, telah memicu kecaman global.
PM Israel Benjamin Netanyahu langung mengamini rencana Presiden Trump tersebut dan ikut menyarankan agar Arab Saudi juga dapat menjadi tempat penampungan bagi warga Palestina.
Media Israel sendiri menyebut ide Trump sebagai lelucon, dan ide penggusran etnis Palestina dari Gaza selain menuai kemarahan negara-negara Arab, juga menciptakan front persatuan di kalangan mereka yang jarang terjadi.
Sedangkan bagi warga Palestina, setiap upaya penggusuran mengingatkan mereka pada tragedi “Nakba”, merujuk pada bencana penggusuran massal nenek moyang mereka di era pembentukan negara Israel pada 1948.
Sebaliknya Trump mengancam akan memutuskan jalur bantuan penting bagi sekutu lamanya yakni Yordania dan Mesir jika mereka menolak untuk ikut serta dalam rencananya.
Mesir telah mengajukan usulan untuk membangun kembali Gaza dengan kerangka kerja yang memungkinkan warga Palestina tetap tinggal di wilayah tersebut.
UEA tidak menentang
Sementara itu, berbeda sikap dengan negara Arab lainnya, Dubes Emirat untuk AS, Yousef al-Otaiba mengatakan, dia tidak melihat alternatif terhadap rencana Presiden AS untuk mengusir penduduk Gaza, mengambil alih dan membangunnya kembali.
Ketika ditanya oleh seorang reporter di sela World Government Summit di Dubai apakah UEA dapat menemukan titik temu dengan Washington mengenai masalah ini, Duta Besar Yousef al-Otaiba berkata:
“Kami akan mencoba, saya pikir pendekatan saat ini akan sulit, tetapi pada akhirnya, kami semua berada dalam upaya mencari solusi. Kami hanya belum tahu bagaimana hasilnya nanti.”
Menanggapi pertanyaan tentang apakah UEA memiliki rencana atau alternatif, ia berkata:
“Belum. Saya tidak melihat alternatif terhadap apa yang diusulkan, sungguh tidak. Jadi, jika seseorang memilikinya, kami dengan senang hati akan membahasnya dan menjajakinya. Hal itu belum muncul.”
Trump mengumumkan minggu lalu bahwa AS akan “mengambil alih” Gaza dan merelokasi penduduknya ke negara-negara tetangga.
Ia mengklaim rencana itu bertujuan untuk menemukan lokasi yang lebih aman bagi warga Palestina, sementara tim pembangunan internasional mengambil alih tugas membangun kembali Jalur Gaza yang babak belur dan terisolasi .
Namun presiden AS telah menyatakan bahwa warga Palestina tidak akan diizinkan kembali ke Gaza. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu segera menyetujui rencana tersebut.
Trump bersikeras pada gagasan Yordania dan Mesir untuk menerima penduduk Palestina di Jalur Gaza, yang ditolak oleh kedua negara Arab tersebut.
Rekonstruksi tanpa penggusuran
Sementara Mesir berencana untuk merumuskan rencana rekonstruksi tanpa upaya pemindahan penduduk Gaza, sedangkan Raja Yordania Abdullah II saat bertemu dengan Trump awal minggu ini menegaskan kembali sikap Yordania yang menentang pemindahan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
“Itu adalah posisi Arab yang bersatu, ” ujarnya.
Menlu Yordania Ayman Safadi mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa setiap upaya Israel untuk mendeportasi warga Palestina ke wilayah Yordania akan dianggap sebagai “deklarasi perang.”
Semetara seorang diplomat Vatikan, Kamis (13/2) mengkritik rencana Presiden AS, Donald Trump, untuk mengusir warga Palestina dari Gaza dan mengambil alih wilayah tersebut.
Kecaman itu merupakan yang kedua pada minggu ini dari pejabat tinggi Gereja Katolik terhadap kebijakan Trump.
Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan sebelumnya mengatakan, warga Palestina harus diizinkan untuk tetap berada di wilayah mereka.
“Tidak ada deportasi, dan ini adalah salah satu poin mendasar,” kata Parolin pada sebuah acara di Roma, Kamis malam.
Parlolin selanjutnya mengatakan, siapa pun yang lahir dan telah tinggal di Gaza harus tetap berada di tanah mereka, dan ia kembali seruan lama Vatikan tentang solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Ide Trump membuat sikap PBB dan internasional yang menganggap satu-satunya penyelesaian isu Palestina dan Israel yakni “solusi dua negara” yakni negara Israel dan Palestina yang hidup berdampingan secara harmonis jadi berantakan. (imbcnews/Theo/sumber diolah: (AFP/Reuters)