IMBCNEWS | Pemerintah Australia saat ini tengan mencari tahu latar belakang dan dampak pasal terkiat larangan “kumpul diluar nikah”, wisatawan lokal dan asing. Utusan itu mengatakan pada hari Rabu (7/12) pihaknya sedang mencari informasi lebih lanjut tentang langkah Indonesia untuk mengkriminalisasi hubungan seks di luar nikah, karena dampak larangan itu akan berpengaruh terhadap wisatawan ke Bali dan daerah-daerah lain di negara mayoritas Muslim.
Canberra mengatakan sedang “mencari kejelasan lebih lanjut” setelah Jakarta hari Selasa menyetujui undang-undang untuk merombak hukum pidana dan melarang hubungan seks di luar nikah.
“Kami memahami revisi ini tidak akan berlaku hingga tiga tahun lagi, dan kami menunggu informasi lebih lanjut tentang bagaimana revisi ini akan ditafsirkan sebagai peraturan pelaksanaan yang disusun dan diselesaikan,” kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Australia yang dilansir VOA pekan ini.
Para pejabat akan “secara teratur dan hati-hati menilai kembali risiko bagi warga Australia di luar negeri,” dan akan “terus memantau situasi dengan cermat,” tambahnya.
Indonesia adalah tujuan liburan utama bagi warga Australia, termasuk pulau Bali. Sebelum pandemi, lebih dari satu juta warga Australia mengunjungi pulau itu setiap tahun.
Meskipun ada perubahan undang-undang, pihak berwenang bersikeras orang asing yang bepergian ke Bali tidak akan terpengaruh. Aturan baru itu masih harus disetujui oleh Presiden Joko Widodo.
Beberapa pasal paling kontroversial dalam KUHP yang baru itu mengkriminalisasi hubungan seks di luar nikah dan hidup bersama pasangan yang belum menikah.
Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan HAM, menerima laporan KUHP baru dari Bambang Wuryanto, dalam rapat paripurna parlemen di Jakarta, 6 Desember 2022. Menurut teks dalam salah satu pasal, hubungan seks di luar nikah akan dihukum satu tahun penjara, sementara orang yang belum menikah yang hidup bersama bisa menghadapi ancaman hukuman enam bulan penjara.
Revisi hukum pidana Indonesia, yang berlaku sejak zaman kolonial Belanda, telah diperdebatkan selama beberapa dekade.
Setelah pemungutan suara parlemen, kelompok-kelompok hak asasi manusia memprotes amendemen tersebut, dan mencelanya sebagai tindakan keras terhadap kebebasan sipil dan kebebasan politik.
Mereka juga menggambarkan undang-undang tersebut sebagai pergeseran menuju fundamentalisme di Indonesia yang mayoritas Muslim, di mana konstitusi mengakui lima agama lain di samping Islam.
IMBCNEWS/**