IMBCNews – JAKARTA – KAUM lansia yang telah renta fisik dan daya fikirnya terutama di negara-negara maju biasanya menghuni panti jompo, selain agar bisa bersosialisasi dengan sebaya, juga tidak merepotkan keluarga.
Namun yang unik, seperti diberitakan the Straits Time, di kalangan anak muda China, menjadi tren, memilih pensiun dini, meninggalkan kejenuhan di tempat kerja untuk “mengungsi” ke panti jompo, atau menyewa kamar atau wisma di pedesaaan hanya agar bisa berantai dan memulihkan mental mereka.
Salah satu di antaranya, Wang Dong (29 tahun) meninggalkan pekerjaannya di bidang perhotelan dan memilih tinggal di sebuah rumah atau wisma di pedesaan di Dali, Yunnan.
Penyebabnya, China dikenal dengan budaya kantor yang sangat ketat dan tanpa libur panjang, sehingga sejumlah pekerja muda memilih pemulihan mental (dari beban kerja-red), kelelahan, penyegaran jiwa, dengan melakukan cara lain untuk berkontribusi bagi masyarakat.
“Bagi saya, sangat berarti melakukan hal ini (berada di luar pekerjaan), sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan materi dan momen di luar rutinitas ini diperlukan, “ tutur Wang.
Wang tinggal di wisma tersebut pada 2025 setelah merasa jenuh dengan pekerjaannya dan di sana ia menghabiskan waktu dengan mengunjungi kuil, berlatih menyedu teh tradisional, jalan-jalan bersama teman baru, atau hanya bersantai.
Ia mengatakan akan tinggal di sana setidaknya selama sebulan lagi, tetapi, ia masih belum memiliki rencana khusus untuk kehidupan selanjutnya, apa akan kembali bekerja dan jika tidak bagaimana ia membiaya hidupnya.
Sementara itu, pemanfaatan rumah jompo untuk memenuhi kebutuhan pekerja muda di perkotaan untuk sejenak melupakan pekerjaanya atau sekedar santai beberapa pekan atau bulan, banyak ditawarkan di kota kecil, pinggiran kota, atau daerah pedesaan seprti Dali. Beberapa pemilikinya juga menawarkan kegiatan kelompok yang menyenangkan.
“Saya hanya menerima orang-orang menyenangkan untuk diajak ngobrol, sehingga membosankan atau mmicu gesekan di antara mereka,” kata Yan Bingyi (37), pendiri salah satu panti jompo. Yan mengaku, sering menyiapkan makanan rumahan untuk kelompok tersebut, mengajak mereka berkemah, atau betamasya.
“Saat menghadapi tekanan sosial yang tidak terlihat dalam hidup dan merasa sulit saat tekanan itu mencapai tingkat tertentu, kita perlu keluar, membuka wawasan, dan bersantai,” tuturnya.
Menghindari Kerja Melelahkan
Banyak anak muda di China ingin menghindari budaya kerja yang melelahkan di tengah kemerosotan ekonomi pasca pandemi yang menyebabkan lonjakan sampai di atas 15 persen pengangguran di perkotaan.
Namun beberapa pemilik panti jompo merasa banyak orang keliru mengartikan panti jompo dengan kemalasan. Mereka berharap orang-orang yang menghabiskan waktunya di tempat itu dapat kembali beradaptasi dengan kehidupan setelah istirahat sesaat.
“Setelah menghabiskan waktu singkat di sini, saya berharap orang-orang bisa beradaptasi kembali dengan kehidupan mereka dan tidak sampai pada titik di mana mereka merasa benar-benar tertekan oleh tekanan di kota,” jelas Yan.
Tidak diketahui, apakah pekerja begitu mudah untuk ngantor atau bekerja lagi setelah meminta cuti panjang dan bagaimana dengan pekerjaan yang mereka tinggalkan selama cuti dan apakah mereka mendapatkan gaji atau tunjangan saat cuti.
Hal itu tentu berbeda kondisinya dengan pekerja di Indonesia pada umumnya, di mana mencari pekerjaan makin sulit bagi lulusan sekolah atau perguruan tinggi karena terbatasnya lowongan.
Sebaliknya, beban pekerjaaan terutama pegawai negeri sipil (PNS) relatif ringan, apalagi pasca pandemi Covid-19, di mana sebagian masih bekerja dari rumah (WFH), tanpa pengawasan langsung atasan.
Di Indonesia, yang sulit adalah mendapatkan kerjaan, selain tidak sebandingnya jumlah pencari kerja dengan lowongan yang tersedia, juga akibat masih adanya praktek KKN, sebaliknya, jika sudah masuk, umumnya santai di tempat kerja. (imbcnews/Theo/sumber diolah: the Straits Time/detik.com/ns)