Taman pendestrian Jam Gadang Bukittinggi, sabtu pagi 1 februari 2025
Bukittinggi, yang terletak di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, dikenal dengan keunikan budaya, sejarah, dan berbagai situs ikonik yang menjadi kebanggaan masyarakatnya. Salah satu ikon utama yang tidak bisa dilewatkan adalah Jam Gadang, sebuah menara jam setinggi 26 meter yang telah menjadi simbol kota Bukittinggi sejak dibangun pada tahun 1926.
Jam Gadang yang dibangun dengan dana sebesar 3.000 Gulden ini dirancang oleh arsitek Yazid Rajo Mangkuto Sutan Gigi Ameh, seorang putra Minangkabau.
Tidak hanya karena ukurannya yang besar, Jam Gadang juga memiliki keunikan pada penulisan angka Romawi di jam tersebut, di mana angka empat ditulis “IIII” bukan “IV”, yang menarik perhatian wisatawan dan menjadi topik pembicaraan di kalangan pengunjung.
Terletak di pusat kota, Jam Gadang adalah hadiah dari Ratu Wilhelmina untuk H. R. Rookmakeer, sekretaris kota Bukittinggi pada masa itu. Seiring berjalannya waktu, menara jam ini tidak hanya menjadi destinasi wisata utama, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari sejarah panjang kota ini.
Jejak Sejarah Lainnya
Tidak jauh dari Jam Gadang, terdapat Janjang Gantuang, jembatan penyebrangan pertama di Indonesia yang menghubungkan Pasar Atas dengan Pasar Bawah.
Jembatan yang terletak di kawasan Pasar Leleng ini menjadi saksi bisu perkembangan pesat kota Bukittinggi sejak zaman kolonial. Janjang Gantuang, yang menghadap ke timur, adalah hasil dari upaya pemerintah Hindia Belanda untuk menata pasar-pasar yang ada pada masa itu.
Selain itu, ada juga Janjang 40 atau Janjang Ampek Puluah, yang merupakan jenjang anak tangga yang menghubungkan berbagai pasar di Bukittinggi.
Dibangun pada tahun 1908, Janjang 40 terinspirasi oleh 40 penghulu di Luhak Agam yang ingin mempermudah akses masyarakat menuju pasar-pasar Bukittinggi. Meskipun memiliki lebih dari 40 anak tangga, nama Janjang 40 merujuk pada jumlah anak tangga di bagian teratas yang lebih kecil dan curam.
Janjang ini juga menjadi inspirasi bagi Syahrul Tarun Yusuf, pencipta lagu Minang, yang berjudul “Andam Oi” menggambarkan keindahan dan keunikan Janjang 40.
Kota Bersejarah
Bukittinggi tak hanya dikenal dengan wisata alam dan budaya, namun juga dengan peran pentingnya dalam sejarah Indonesia. Kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, serta pernah menjadi ibu kota Provinsi Sumatra dan Provinsi Sumatra Tengah.
Pada masa kolonial Belanda, Bukittinggi dikenal dengan nama Fort de Kock dan mendapat julukan “Parijs van Sumatra” karena keindahan alamnya.
“Kota ini juga menjadi tempat kelahiran beberapa tokoh penting dalam sejarah Indonesia, di antaranya adalah Mohammad Hatta dan Assaat, yang keduanya adalah proklamator dan pejabat presiden Republik Indonesia,” ujar Feri Chofa, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Bukittinggi, Sabtu (1/2/2025).
Dengan segala keindahan alam, sejarah, dan budaya yang dimilikinya, Bukittinggi tetap menjadi destinasi wisata yang tak terlupakan serta menjadi saksi sejarah yang terus hidup di hati masyarakat Indonesia.
Ditulis oleh: Alex Armanca Jr., Wartawan Muda Bukittinggi