Damai di Ukraina
IMBCNews – Jakarta – Upaya diplomatik baru terus bergulir untuk mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina setelah pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Prancis Emamnuel Macron, Selasa, 25 Februari.
Di sisi lain, pendekatan yang dilakukan Trump untuk berunding dengan Rusia yang sejauh ini sudah dilakukan di tingkat pejabat tinggi kedua negara dalam pertemuan di Riyadh, Arab Saudi (18/2) juga menampilkan peta geopolotik global baru.
Mitra-mitra AS di Eropa yang menjadi anggota Aliansi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) merasa gusar karena tidak dilibatkan dalam negosiasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina, begitu pula Ukraina, merasa ditinggalkan oleh AS.
Bahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskii menilai, negosiasi sepihak antara AS dan Rusia terkait perang d Ukraina menunjukkan AS hanya ingin menyenangkan Presiden Putin, tapi mengorbankan kepentingan Ukraina.
Presiden Trump, menjelang lawatan Presiden Ukraina Zelenskyy ke AS, Jumat ini (28/2) bahkan secara blak-blakan mengingatkan Ukraina untuk mengubur mimpinya menjadi anggota NATO, dan AS juga tidak akan memberikan jaminan keamanan lebih formal seperti yang diminta Ukraina.
“Sekutu-sekutu Ukraina di Eropa yang harus bertanggungjawab atas keamanan Ukraina (bukan AS maksudnya-red), “ ujar Trump, padahal, invasi yang dilancarkan Rusia berawal dari rencana Ukraina bergabung ke NATO yang dianggap Rusia bakal mengancam kedaulatannya.
Perang di Ukraina telah berlangsung sejak invasi Rusia ke negara tetangganya sesama sempalan Uni Soviet itu pada 24 Februari 2022 .
Tidak diketahui jumlah koban pasti, tapi paling tidak ratusan ribu personil kedua belah pihak tewas, belum lagi prasarana,sarana publik dan fasilitas militer yang luluh lantak di berbagai lokasi di Ukraina.
Putin bisa terima usul Eropa
Yang menggembirakan, Presiden Putin bersedia menerima gagasan Eropa untuk mengirimkan paska pedamaian ke Ukraina sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata seperti terunkap pada pertemuan Trump dan Macron di Gedung Putih (24/2).
Trump optimistis, Eropa siap memberikan jaminan keamanan bagi Ukraina, meskipun pasukan tersebut tidak akan terlibat langsung dalam pertempuran.
Keputusan Rusia untuk menerima kehadiran pasukan penjaga perdamaian Eropa mencerminkan perubahan signifikan dalam dinamika geopolitik global.
Rusia menunjukkan keterbukaannya terhadap solusi diplomatik meskipun posisinya dalam konflik Ukraina tetap tegas dan di sisi lain, peran aktif Eropa dalam menjaga perdamaian di Ukraina, meredakan ketegangan dan memastikan gencatan senjata dapat berlangsung dengan aman cukup penting.
Bagi Eropa, ini merupakan ujian berat dalam menjaga integritas kawasan Eropa Timur dan mempertahankan hubungan yang kuat dengan Ukraina.
Negara-negara Eropa, terutama Perancis, merasa memiliki tanggung jawab moral dan strategis untuk terlibat lebih jauh dalam memberikan jaminan keamanan dan mencegah eskalasi perang di Ukraina lebih lanjut.
Di tingkat global, tampak besarnya pengaruh AS dalam membentuk arah perdamaian dunia, namun pada saat yang sama menimbulkan ketidakpastian mengenai peran dan pengaruh negara-negara besar lainnya dalam konflik Ukraina.
Posisi AS yang lebih fleksibel dan pragmatis di bawah Trump mungkin mengarah pada kebijakan yang lebih ekonomis, namun hal ini juga bisa berisiko mengurangi komitmen moral terhadap dukungan Ukraina.
Peran Indonesia
Sementara itu bagi Indonesia, situasi ini menawarkan peluang untuk memperkuat posisinya untuk mengedepankan perdamaian dan diplomasi internasional.
RI dengan prinsip-prinsip Pancasila yang menekankan kemanusiaan, keadilan sosial, dan persatuan, bisa memainkan peran lebih besar dalam membantu menciptakan solusi damai dalam konteks geopolitik global yang semakin terpolarisasi.
Sebagai negara netral, RI dapat mengambil inisiatif untuk mendorong dialog dan solusi konflik secara damai, serta memperkuat perannya dalam forum-forum int’l seperti PBB untuk memastikan, dikedepanannya prinsip perdamaian dan kemanusiaan.
Dinamika antara kekuatan besar Geopolitik global saat ini semakin dipengaruhi ketegangan yang melibatkan tiga kekuatan besar: AS, Rusia, dan Eropa.
Konflik di Ukraina menjadi salah satu titik krusial dalam hubungan internasional, dengan masing-masing pihak memiliki kepentingan berbeda dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Trump cenderung memilih pendekatan pragmatis dibandingkan dengan pendekatan militer yang lebih agresif seperti yang diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya di bawah Joe Biden.
Dinamika relasi AS-Rusia- Eropa agaknya masih dominan mewarnai wajah geopoloitik ke depannya termasuk solusi perang di Ukraina. (imbcnews/Theo/sumber diolah: kompas.com)