SIAPA bilang Kepala Dinas (Kadis) cuma bisa urus got mampet dan jalan becek? Nyatanya, dunia pengawasan air minum pun kini bisa dijelajahi, asal sesuai aturan main.
Hal itu dibuktikan dengan dilantiknya Rahmat Afrisyaf Elsa sebagai Dewan Pengawas Perumda Air Minum Tirta Jam Gadang Kota Bukittinggi, untuk masa jabatan 2025–2029. Pelantikan berlangsung di Aula PDAM Tirta Jam Gadang, Rabu (28/5), dengan penuh semangat dan mungkin sedikit deg-degan.
Dalam sambutannya, Wali Kota Bukittinggi Ramlan Nurmatias menekankan peran strategis Dewan Pengawas dalam menjaga efisiensi, transparansi, serta kualitas layanan PDAM.
“Kami ingin pengawasan itu tidak sekadar basah-basahan, tapi benar-benar berdampak. Jangan cuma duduk manis di rapat, lalu bingung pas ditanya debit air,” ujarnya disambut tawa hadirin.
Tapi tunggu dulu, apakah seorang Kepala Dinas boleh duduk manis sambil mengawasi air? Jawabannya: Boleh, asal tidak kebablasan!
Boleh Tapi Ada Catatan Kaki
Secara umum, tidak ada larangan keras bagi Kepala Dinas untuk menjadi anggota Dewan Pengawas PDAM. Tapi, ada beberapa “rambu lalu lintas” yang wajib diikuti agar tidak nyasar ke jalan tikus birokrasi:
– Bukan anggota partai politik aktif. Jangan sampai air PDAM jadi keruh karena kepentingan politik.
– Tidak satu keluarga dengan kepala daerah, direksi PDAM, atau sesama dewan. Kita ingin mengalirkan air bersih, bukan nepotisme.
– Paham manajemen air minum. Kalau cuma paham isi galon, lebih baik jadi pelanggan saja.
– Punya latar belakang profesional, akademisi, atau tokoh masyarakat. Minimal tahu bedanya pipa induk dan pipa bocor.
Dan tentu saja, semua ini harus mengikuti Perda masing-masing daerah, karena tiap PDAM punya peraturan rumah tangga sendiri. Ada yang memperbolehkan Kadis jadi dewan pengawas, ada yang menatapnya dengan alis terangkat.
Waspada Konflik Kepentingan
Yang patut diperhatikan adalah potensi konflik kepentingan. Bayangkan jika seorang Kadis mengawasi PDAM, lalu domisilinya minta prioritas sambungan air. Waduh, bisa-bisa pengawasan jadi ajang “main kran sendiri.”
“Yang penting, jangan sampai tugas sebagai pengawas bikin lupa tugas sebagai pelayan masyarakat. Kita butuh profesionalisme yang tidak hanya cair, tapi juga jernih,” ujar Ramlan menambahkan, kali ini dengan nada lebih serius.
Ramlan juga menyinggung target ambisius Pemko Bukittinggi di tahun 2026, pembangunan saluran primer untuk antisipasi banjir, serta sistem distribusi air yang lebih rapi.
“Kami tidak ingin masyarakat harus rebutan air seperti rebutan mic di karaoke. Semua harus dapat, dengan adil,” tegasnya.
Terpisah, Rahmat Afrisyaf Elsa saat dihubungi, Kamis (29/5) mengatakan, amanah sebagai Dewan Pengawas Perumda Air Minum Tirta Jam Gadang Kota Bukittinggi sejatinya adalah Pengawasan, Pengendalian, Pembinaan (Wasdalbin).
“Tugas pokok dan fungsi kami yakni, mengawasi dewan Direksi dalam penyelesaian segala objek tentang PDAM itu sendiri dan memberi laporan kepada Walikota,” katanya dengan nada datar.
Air Jernih, Niat Pun Harus Bersih
Pelantikan ini menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintahan dan perusahaan daerah bukan hal tabu, selama dilakukan secara profesional, transparan, dan bebas dari muatan politis. Jangan sampai keinginan “mengawasi air” malah menjebak dalam pusaran kepentingan pribadi.
Jadi, apakah Kadis bisa jadi Dewan Pengawas PDAM? Bisa! Tapi pastikan niatnya bukan cari aliran rezeki tambahan, melainkan demi aliran air yang lebih merata dan bermartabat.
Air boleh mengalir ke mana saja, tapi integritas harus tetap mengakar!
Penulis: Alex.jr
(IMBCNews.com/Bukittinggi)