IMBCNews, Jakara | Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menghelat Buka Puasa Bersama yang dirangkai diskusi bertajuk: Membangun Indentitas Islami di Era Modern berlangsung di Gegung M Hatta UNJ, Sabtu. Mereka yang dihadirkan untuk memberi sambutan: Ketua KAHMI UNJ Dr Wawan Saepul, Rektor UNJ Prof Dr Komarudin serta Ketua MWA UNJ Prof Nizam; Sedangkan Narasumber utama diskusi: Prof Rokhmin Dahuri (Anggota DPR RI) dan Fatah Yasin (Ketua Koperasi Bulog Pusat).
Dalam kesempatan itu, selaku Narasumber Utama Rokhmin mengupas tentang Islam Konsepsional dan Modern dengan meninjuau fase: Masa kejayaan Islam, Peralihan kekuatan ke Rezim Barat hingga fase kemunduran Islam serta realitas kekininan. “Masa kejayaan Islam atau Golden Age of Islam terjadi Abad ke-8 hingga 13 Miladiyah,” sebut Rokmin.
Seraya ia mengurai bahwa Golden Age of Islam terjadi pada masa Kekhalifahan Abbasiyah dimulai sekitar tahun 750 hingga 1258 Masehi. “Pada era ini ditandai dengan dukungan pemerintahan terhadap ilmu pengetahuan, berjalannya stabilitas politik dan keadministrasian negara secara baik dan tertata rapi, juga terjadi kemajuan bidang ekonom dan perdagangan,” ungkap Rokhmin.
Lebih lanjut dijelaskan juga bahwa masa Abbasiyah tersebut, bidang kebudayaan mengalami pendinaminsasian signifikan; Ditandai dengan tumbuhnya budaya insklusif dan kosmopolitan. “Pada masa keemasan tersebut, juga terjadi pengembangan fasilitas perkotaan dengan infrastruktur yang ditata secara baik,” sebutnya.
Ia juga mengemukakan, bahwa beralihnya kekuatan ke Rezim Barat, kejayaan Islam mulai meredup; Diakbatkan oleh kemunduran di internal ummat masa itu dan serapan ilmu oleh Barat. “Ini membuat pusat kelimuan berpindah dari dunia Islam ke Eropa,” jelas Rokhmin.
Mantan Menteri Kelautan tersebut merinci tentang dinamika kekuatan ilmu pengetahuan yang secara bertahap beralih ke ke Barat, antara lain: Pada masa Kejayaan Ilmu Islam bahwa Era Abbasiyah dan Andalusia telah menjadi pusat Ilmu pengetahuan (Iptek) dunia. “Nah, penyerapan ilmu yang berkembang di Yunani, diterjemahan ke Arab bahkan dikembangkan dalam kekhalifahan,” rinci Rokhmin.
Ada pun tahap kemunduran Abbasiyah dan Andalusia berikutnya, tambah dia, Ilmu Islam diterjemahkan mereka ke Latin terutama Toledo dan Cicilia; Sehingga Ilmu Islam menjadi pondasi kebangkitan ilmu di Eropa. “Sedangkan tahap berikutnya, terjadi pula revolusi ilmiah Barat yang diikuti dengan pengembangan metode ilmiah dan teknologi modern,” tegasnya.
Masalah munduran ummat Islam dari kejayaannya ini, sebut Rokhmin, telah menyebabkan runtuhnya sistem politik Islam serta menurunnya semangat ijtihad. Kemudian juga ada penurunan ilmu dan budaya, perpecahan internal ummat dan pengaruh kolonialisme.
“Karena inilah, hal kemunduran itu terjadi. Maka, realitasnya yang dapat kita saksikan: Kepemimpinan dunia Islam mengalami kelemahan, pemikiran dan inovasinya sering ketinggalan, juga dilanda krisis pendidikan dan peradaban, konflik internal yang berkepanjangan, bahkan munculnya mentalitas inferior yang memiliki sifat ketergantungan,” ceplos Rokhmin.
Ia berharap, pengaruh dari tokoh-tokoh reformis dalam dunia Islam dapat menjadi bahan kajian dan pertimbangan kembali untuk memacu kebangkitan dunia Islam. Para tokoh reformis Islam tersebut, antaranya: Jamluddin al Afghani (Timteng), Muhammad Abduh (Mesir), Rasyid Ridha (Mesir), Hasan Hanafi (Mesir) juga Fazlur Rahman (Pakistan)
Sedangkan tokoh reformis Islam di internal Indonesia, antaranya: Ahmad Dahlan (pendidikan modern), Hasyim Asy’ari (tradisi dan sosial), M. Natsir (Islam dan Negara), Buya Hamka (Islam rasional), Harun Nasution (rasionalisme akademik), Nurcholis Madjid (Islam Inklusif), Abdurrahman Wahid alias Gusdur (Pluralisme dan Demokrasi), Syafi’i Ma’arif (Islam humanis), Azyumardi Azra (reformasi pendidikan), Quraisy Shihab (tafsir kontekastual), Amien Rais (Islam Politik Moderb, Munawir Sjadzali Kontekstualisasi Syariat, dan beberpa tokoh lainnya. (*asy1603: lpt/lpg)