IMBC NEWS, Jakarta | Penerapan etika politik, baik oleh para peserta mau pun penyelenggara negara dalam pemilu, berperan penting untuk menghindari hasil pemilu yang cacat secara hukum. Namun penerapan etika politik di tanah air masih rendah.
Demikian disampaikan Dr. H. Theo Yusuf Ms, SH., MH., pengacara yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM Jakarta pada diskusi bertema ‘Presiden Pilihan Umat Islam di Jakarta, Ahad (1/1/23).
Diskusi yang digelar Non Struktural Center (NSC) diikuti para pengamat dan praktisi politik, guru dan dosen serta aktivis Alumni Thawaalib Jakarta.
Menurut Theo Yusuf, etika politik sangat diperlukan bagi penyelenggara negara dalam pemilu agar pemilu tidak ternodai atau hasilnya cacat secara hukum.
“Bangsa kita harus membangun budaya politik yang beradab, dengan mencontoh negara yang sudah berhasil dalam penerapan etika politik.
Menurutnya, sejauh ini, keberadaan sejumlah pelanggaran terhadap etika politik yang ditemukan dalam pemilu, seperti politik transaksional disebabkan oleh ketiadaan payung hukum sebagai rujukan dan pengawasan yang lemah.
Lebih lanjut, Theo Yusuf mengatakan etika politik merupakan hal yang berkaitan dengan moral dalam berpolitik.
Terkait presiden pilihan umat, menurut Theo Yusuf, selama ini yang menjadi Presiden RI sejak Soekarno hingga Joko Widodo adalah sosok yang beragama Islam.
Namun siapa yang akan menjadi Presiden hasil Pemilu 2024 sebagai presiden pilihan umat, dia mengibaratkan seperti menunggu ‘godot’
“Menunggu godot adalah sebuah judul dari pentas drama yang disutradarai WS Rendra. Siapa godot? Jawabannya tidak tahu. Jangan siapa presiden pilihan umat, ibarat godot, yg dipilih absurd ibarat menunggu ‘ratu adil’,” ungkap Theo Yusuf yang juga wartawan senior.
Ia juga memaparkan tentang Pemilu yang paling demokratis yang berlangsung tahun 1955. “Pemilu ini diikuti 30-an partai, ada empat partai sebagai partai besar, yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI.”
Lalu di masa orde baru digelar digelar pemilu yakni tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Di era reformasi dihelat pemilu 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019.
“Sebelas kali pemilu belum pernah partai Islam menang pemilu,” ujarnya. (Kadar Santoso)