IMBCNEWS Jakarta | Undang-undang No. 4 Tahun 209 tentang Mineral dan Batubra (Minerba) , diam-diam telah dilakukan revisi oleh pemerintah qq Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Namun revisi itu tampaknya akan melibatkan dunia kampus ikut “main” di sektor tambang tersebut. Jika hal itu terjadi, Kampus akan menjadi bagian dari kontrol pemerintah.
“Janganlah kalangan kampus diseret-seret ikut bisnis disektor tambang, karena hal itu akan membuat Kampus tidak netral dalam mengemban dunia pendidikan dan dapat dipastikan pemerintah akan ikut mengontrol dunia pendidikan itu,” kata Pengamat Publik Dr. Mas Subagyo Eko Prasetyo, SH MH di Jakarta Minggu.
Dunia kampus adalah dunia pendidikan, mendidik anak-anak untuk belajar kritis, berani, mandiri dan inparsial terhadap keburukan kebijakan dari pemerintah. Oleh karenanya, saya tidak sependapat jika dalam revisi UU itu mengajak dunia kampus untuk ikut bisnis sepeti halnya lembaga keagamaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

ilustrasi kerusakan lingkungan akibat tambang, foto ant/ist/
Keterlibatan dunia kampus mengesankan pemerintah lepas tangan dengan tanggungjawabnya dalam dunia pendidikan seperti dalam Pasal 28c UUD RI 1945, tentang pendidikan adalah kewajiban negara untuk ikut membiayai jika sekolah itu masih membutuhkan anggaran.
Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, katanya.
Sementara Pasal 33 poin 4 antar alain menyebutkan, Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Itu artinya wawaan lingkungan haru ada yang menjaga dan mengontrol. Siapa dia, ya dunia kampus itu salah satunya.
Baca juga:
Mas Subagyo yang juga dosen Universitas Nasional Jakarta itu menanggapi adanya revisi UU Minerba terkesan ngebut, diam-diam dan asal cepat selesai. “Jika kampus disuruh mandiri untuk mencari tambahan dana, caranya tidak diajak bisnsis yang syarat dengan ekosistem keberlangsungan lingkungan.
Negara punya tangungjawab terhadap majunya pendidikan anak bangsa,” katanya seraya menambahkan, dampak dari keterlibatan bisnis tambang itu akan tidak netral dan dan tidak sesuai dengan visi dan misi kampus.
Sudah sejak lama, visi dan misi kampus adalah menjaga keadilan sosila dan ekosistem keberlangsungan lingkungan sehat dan nyaman untuk dihuni penduduk. “Namanya industri tambang sudah pasti akan merusak ekosistem alam yang sudah baik,” katanya, sambil tambahkan, siapa lagi yang mau kontrol jika dunia kampus dilibatkan.
Sebelumnya juga diberitakan, revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dinilai tidak punya faktor mendesak atau urgensi.
Meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus, pemberian prioritas kepada ormas tidak melanggar UUD 1945, tidak berarti semua institusi layak untuk diajak bisnis terkait perusakan lingkungan itu.
Oleh kaena itu, revisi UU Minerba yang saat ini disusun dan dibahas oleh Baleg DPR RI tidak memenuhi urgensi dan tidak tepat secara formal maupun material, ungkap pengamat pertambangan, Bisman seraya menmabhkan,
revisi UU Minerba tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sehingga tidak ada dasar pembahasan RUU tersebut.
“Jika menggunakan alasan kumulatif terbuka karena adanya putusan MK juga tidak tepat, karena judicial review UU Minerba pada Desember 2024 lalu sudah ditolak,” tambahnya.
Dengan beberapa fakta tersebut, menurut Bisman tidak ada alasan mendesak untuk merevisi UU Minerba.
imbcnews/diolah/