Oleh: Anwar Abbas
Wakil Ketua Umum MUI
DALAM menyikapi rencana Prabowo Subianto untuk mengambil kembali aset-aset negara yang saat ini dikuasai oleh pihak swasta, penting bagi kita meninjaunya dari sudut pandang ajaran Islam. Sebab Islam memiliki panduan yang sangat jelas dan tegas mengenai masalah kepemilikan.
Dalam ajaran Islam, dikenal tiga jenis kepemilikan: kepemilikan individu (pribadi), kepemilikan umum (masyarakat), dan kepemilikan negara. Ketiganya memiliki kedudukan yang sah dan harus saling dihormati.
Islam sangat menekankan keadilan dan larangan menzalimi hak pihak lain. Oleh karena itu, jika ada individu atau korporasi swasta yang mengambil alih atau menguasai aset milik negara secara tidak sah, maka perbuatan tersebut merupakan bentuk kezaliman yang nyata.
Dalam kondisi seperti ini, negara tidak boleh bersikap pasif. Pemerintah berkewajiban untuk bertindak tegas dalam rangka mengembalikan hak milik negara yang telah dirampas.
Ini adalah bagian dari amanah kekuasaan yang harus dijalankan untuk menegakkan keadilan dan melindungi kepentingan rakyat secara luas.
Namun, Islam juga mengajarkan bahwa setelah aset tersebut dikembalikan kepada negara, ia tidak boleh dibiarkan menganggur atau tidak dimanfaatkan secara produktif.
Negara harus mampu mengelola atau mendayagunakan aset tersebut dengan prinsip maslahat, yakni demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengelolaan ini bisa dilakukan langsung oleh pemerintah, atau dapat pula dikerjasamakan dengan pihak swasta atau masyarakat, selama prinsip keadilan, transparansi, dan kesejahteraan bersama tetap menjadi prioritas.
Intinya, kebijakan apa pun yang menyangkut harta milik negara harus diarahkan untuk mewujudkan kemaslahatan umum, bukan memperkaya segelintir orang atau kelompok tertentu.
Maka, langkah Prabowo untuk merebut kembali aset negara dari tangan yang tidak sah, jika dijalankan dengan niat tulus dan orientasi keumatan, sejalan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan keadilan, amanah, dan kemakmuran bersama.