Pak Polisi ayo Perbaiki Diri
IMBCNEWS – Jakarta – Beragam tanggapan dilontarkan tentang reaksi berlebihan yang diltuduhkan publik terhadap polisi terkait lyrik lagu “bayar-bayar-bayar” yang diciptakan dan dilantunkan oleh awak band Sukatani karena dianggap menghina aparat penegak hukum itu.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menilai, ia tidak keberatan jika lagu yang memuat kritikan tajam itu ditujukan terhadap oknum Polri, namun hal itu bisa menjadi masalah jika yang terkena adalah institusinya.
“Kalau cuma mengkritik pelaku atau oknumnya saya kira nggak ada persoalan . Tapi jika membawa-bawa institusi Polri yang kemudian terkena dampaknya, ini yang mungkin jadi masalah,” kata Waketum Partai Gerindra itu.
Dia mengaku mendukung kebebasan berekspresi, tetapi kebebasan juga ada batasannya, tidak boleh melanggar hak orang lain dan terkait isu SARA (suku, agama, rasa dan antargolongan).
Sukatani, band punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, menyita perhatian publik akibat lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar” ditarik dari semua platform pemutar musik setelah ia diberitakan dimintai ‘klarifikasi’ oleh sejumlah anggota polisi Polda Jateng.
Keputusan itu diumumkan oleh personel band Sukatani melalui akun media sosial @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025.
Dalam unggahan tersebut, dua personil Sukatani, Muhammad Syifa Al Lutfi dan Novi Citra Indriyati, menyampaikan permintaan maaf kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo serta institusi kepolisian.
Menariknya, mereka tampil tanpa topeng. Padahal selama ini Sukatani dikenal sebagai anonim dalam melancarkan aksi di atas panggung.
Menurut Lutfi, Sukatani menyampaikan permohonan maaf akibat lirik dalam salah satu lagu dalam album Gelap Gempita berjudul “Bayar Bayar Bayar” memuat berbagai layanan Polri pada publik yang tidak direspons tanpa memberikan uang.
Salah paham Pak Polisi ayo Perbaiki Diri
Sementara Kapolri Jenderal Listyo terkait permintaan maaf para awak band Sukatani menyatakan hal itu hanya masalah miskmunikasi.
“Tidak ada masalah. Mungkin ada miss, tetapi sudah diluruskan,” ucapnya.
Sebaliknya, Ketua YLBHI Muhammad Isnur meminta Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk memastikan kebebasan masyarakat dalam menyampaikan kritik.
“Kapolri dan Prabowo harus menjamin (kebebasan-red) seluruh kritik dari masyarakat, sekasar apapun,” ujarnya.
Isnur menegaskan, jika memang benar ada intervensi kepolisian di balik pencabutan unggahan lagu tersebut, berarti ini bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat dan mencerminkan sikap antikritik kepolisian. “Seni harus tetap terbuka, tidak boleh diintervensi, “ ujarnya
Sedangkan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mendapat sorotan publik akibat postingan video miliknya berjudul “Untung ada polisi” yang sebagai wakil rakyat, alih-alih mendukung pembenahan Polri, malah terkesan tidak suka atas kritikan melalui lagu tersebut.
“Untung ada polisi! Dari menjaga ketertiban hingga melampaui panggilan tugas, mereka selalu hadir di saat-saat sulit. Terima kasih untuk dedikasi dan pengorbananmu! Ucap Habiburokhman (24/2).
Politikus Gerindra ini memberikan penjelasan mengapa dirinya memposting dukungan terhadap Polri.
“Saya hanya menyampaikan hak konstitusional saya untuk berekspresi. Kritik terhadap Polri tidak dilarang” kata Habiburokhman kepada wartawan seraya menegaskan, narasi yang ia sampaikan murni dari yang ia lihat tentang Polri,”
Namun Habiburohman agaknya lupa, sebagai wakil rakyat seharusnya ia kritis, berpihak pada rakyat terutama kelas bawah yang acap mendapat perlakuan buruk, permintaan bantuannya lamban atau malah tidak direspons, bahkan dipalak oleh oknum Polri seperti diungkapkan dalam lirik lagu “Bayar Bayar Bayar”.
Perlu Bukti Apa Lagi Pak Polisi ayo Perbaiki Diri
Kasus-kasus pungli, mulai dari menngurus surat keterangan, SIM, saat terlibat pelanggaran lalu lintas, juga mendaftar calon anggota Polri terjadi di mana-mana tanpa ada upaya serius untuk membasmi praktek-pratek memalukan Itu.
Bahkan banyak laporan, oknum-oknum polisi menjadi calo untuk mengurus santunan asuransi Jasa Raharja bagi korban lalu lintas yang meninggal atau mengalami cedera.
Modusnya, oknum polisi mendatangi keluarga korban yang sedang berduka, misalnya menawarkan bantuan untuk mengurus asuransi kematian akibat lalin asal keluarga korban menyerahkan separuhnya pada oknum tersebut (separuh dari Rp50-juta untuk korban meninggal).
Sampai saat ini, heboh lagu “Bayar, Bayar, Bayar” masih terus bergulir setelah sejumlah anggota polisi Jawa Tengah menemui para awak band Sukatani dan setelah itu muncul permohonan maaf dan penarikan postingan lagu di medsos.
Sorotan publik makin marak terhadap aksi anggota Polda Jateng itu yang menduga mereka telah mengintimidasi awak band Sukatani, sehingga Divporvpam Polri pun diturunkan untuk memeriksa benar-tidaknya para oknum polisi itu telah melakukan intimidasi.
Namun Divprovpam pun ikut terkena getahnya setelah mereka menyimpulkan, pemeriksaaan terhadap awak band Sukatani sudah sesuai proesedur.
“Tidak cukup dengan mengatakan, semua sudah sesuai prosedur, karena publik makin penasaran untuk mengetahuinya, “ kata Penasehat Ahli Kapolri Irjen pol (Purn). Aryanto Sutadi.
Menurut dia, lyrik lagu yang memuat banyak soal sogok-menyogok itu, faktanya memang terjadi, walau dilakukan oleh oknum-oknum polisi.
“Ini harus bayar, itu harus bayar, kan memang banyak terjadi, walau tidak dilakukan oleh semua polisi, hanya oknum, “ kata Aryanto dalam acara dialog di TV swasta (25/2).
Hambat demokrasi dan penegakan HAM
Sementara Direktur Eksekuti Amnesty Internasional Indonesia Usman Hadi dalam program yang sama mengemukakan, selain melanggar hak untuk menyampaikan ekspresi dalam kehidupan berdemokrasi , tindakan polisi mengintimidasi awak band Sukatani, jika benar, adalah bentuk pelanggaran HAM.
“Seharusnya, polisi berterima kasih, karena ada yang mengritik,
sehingga bisa dilakukan pembenahan, “ ujarya.
Berbagai tindakan anomali, misalnya jenderal polisi yang membunuh anak buahnya (Irjen Freddy Sambo menembak mati Bripda Yoshua), oknum jenderal polisi terlibat kasus narkoba (Irjen Pol. Teddy Minahasa), aksi 18 oknum polisi memeras 45 warga Malaysia penonton konser DWP atau Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar yang menembak mati rekannya AKP Ulil Ryanto gegara “beking-membeking” penambang liar.
Banyak lagi kasus-kasus kriminal yang tidak terpublikasikan atau diselesaikan secara internal akibat sikap abai para komandan atau atasan atau ungsi fungsi pengawasan secara berjenjang.
Bukti sudah terlalu banyak. Tunggu sampai kapan dan apalagi Polri melakukan bersih-bersih diri secara total? Jangan sampai, polisi yang jujur dan berprestasi tinggal oknum oknum saja! (imbcnews/Theo/sumber diolah)