JAKARTA-IMBCNews- Pasar saham mengalami tekanan pada sesi perdagangan Rabu (19/3), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 3,84% atau terkoreksi sebesar 248,56 poin ke level 6.223,38 pada penutupan perdagangan hari Kamis (19/12).
Sebagai informasi, IHSG sempat dibekukan sementara perdagangannya atau trading halt oleh BEI pada pukul 11.19 WIB setelah merosot 5,02% ke level 6.146. IHSG melemah saat bursa regional lainnya cenderung menguat. Pada bursa Asia lainnya, Hang Seng Index menguat 2,56%, Nikkei melemah 1,24%, sementara Shanghai Composite Index menguat 0,11%.
Penurunan ini terjadi akibat spekulasi yang muncul di pasar, termasuk rumor mengenai kemungkinan mundurnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Dalam menganggapi kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Kebijakan Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka atau buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon, Inarno Djajadi mengatakan “Kebijakan buyback saham tanpa RUPS ini telah disampaikan kepada Direksi Perusahaan terbuka melalui surat resmi OJK tertanggal 18 Maret 2025”, imbuhnya.
Lebih lanjut, Inarno mengatakan, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan di pasar dan dapat mengurangi tekanan serta merupakan tindak lanjut dari pertemuan dengan para pemangku kepentingan di Pasar Modal yang diselenggarakan 3 Maret 2025 lalu.
Menganggapi kebijakan OJK tersebut, Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan, pembelian kembali (buyback) saham dapat menjadi salah satu sentimen positif terhadap pergerakan harga saham. “Buyback saham adalah aksi korporasi yang memberikan sentimen positif ke harga saham karena dapat menaikkan demand terhadap saham tersebut, sehingga harganya bisa terdorong naik,” terangnya.
Buyback tersebut, terang dia, juga dapat menjadi sinyal positif terhadap saham. Sebab, buyback menunjukan keyakinan manajemen terhadap prospek harga sahamnya kedepan. Buyback juga dapat mengurangi jumlah saham yang beredar, sehingga nilai EPS semakin besar.
Adapun, beberapa Himbara juga mulai bersiap memanfaatkan kebijakan tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk misalnya telah menyiapkan dana sekitar Rp1,5 triliun untuk mengeksekusi aksi buyback. Kemudian ada juga PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang siap merogoh kocek senilai Rp1,17 triliun untuk buyback saham.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. pun saat ini sedang mengkaji peluang pelaksanaan buyback saham. Sebab, harga saham perseroan saat ini dinilai sudah tak mencerminkan fundamental kinerja dan proyeksi bisnis perseroan pada tahun depan yang lebih positif dibandingkan persepsi pasar.
Merujuk pada kinerja saham sejumlah bank besar lainnya, kinerja saham BBTN diyakini tengah mengalami anomali dan tidak mencerminkan fundamental (undervalue). Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, harga saham BBTN ditutup di level 830 pada perdagangan Rabu (19/3).
Direktur Finance Bank BTN, Nofry Rony Poetra mengatakan BTN saat ini tengah mengkaji opsi buyback sebagai langkah untuk mengoptimalkan imbal hasil ke para pemegang saham.
“Kami terus berupaya untuk meningkatkan shareholder value. Kami juga perlu melakukan kajian untuk menentukan batas threshold dan melakukan penyesuaian dengan ketentuan hukum yang berlaku untuk rencana buyback tersebut,” kata Nofry di Jakarta, Kamis (20/3).
Menurut data dari Bloomberg, saham BBTN saat ini telah menyentuh nilai undervalue yang ditunjukkan oleh beberapa rasio seperti Price-to-Earning (P/E) Ratio yang menunjukkan nilai 3,87 kali, dengan Price-to-Book Value (PBV) yang menunjukkan nilai 0,36 kali. Nilai ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan Indeks Industri Jasa Keuangan (IDX Finance) yang menunjukkan nilai P/E Ratio sebesar 15,69 kali, dengan PBV yang berada pada level 1,42 kali.
Berdasarkan data dari Bloomberg Terminal, secara nilai PBV harga saham BBTN bisa dibilang paling murah dibandingkan saham Bank BUMN lainnya, yaitu BBNI (0,96 kali), BMRI (1,54 kali), dan BBRI (1,76 kali). (*)