PAUS Fransiskus yang wafat pada usia 88 tahun , Senin (21/4) sesuai wasiat tertulis menjelang akhir hayatnya akan dimakamkam di Basilika Santa Maria Maggiore, Roma, Sabtu (26/4).
Seperti dilaporkan AFP, Vatikan (25/4) mengumumkan, berbeda dengan tradisi Gereja Kataolik selama ini, Paus Fransiskus, akan dimaakamkan di pemakaman sederhana Santa Maria Maggiore, tidak di Basilika Santo Petrus .
Paus Fransiskus memilih lokasi berbeda sebagai bentuk penghormatan pada nilai-nilai yang ia perjuangkan saat hayatnaya. “Bukan karena basilika ini besar, tapi karena lokasinya dekat dengan kaum papa dan tuna wisma.
Almarhum ingin dimakamkan di sini karena ia ingin selalu berada di antara orang-orang miskin,” kata biarawati asal Indonesia yang tinggal enam tahun di Roma, Moekti Gondosasmito saat duhubungi kompas.com (24/4).
Basilika Santa Maria Maggiore terletak di pusat kota Roma, kawasan yang kerap menjadi tempat berkumpul bagi kaum miskin, tunawisma, dan orang-orang terpinggirkan.
Gereja ini menyimpan relikui palungan Yesus dan didedikasikan kepada Bunda Maria—figur yang sangat dihormati oleh Paus Fransiskus sepanjang hidupnya.
Selama masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus dikenal kerap mengunjungi basilika Santa Maria Maggiore secara pribadi untuk berdoa.
Pilihan lokasi pemakaman ini diyakini mencerminkan semangat pelayanan dan solidaritasnya terhadap mereka yang terpinggirkan.
Rendah hati
Paus asal Argentina itu dikenal sebagai pemimpin gereja yang rendah hati dan vokal dalam isu-isu sosial global. Ia konsisten menyuarakan keprihatinan terhadap ketimpangan, kemiskinan, serta konflik bersenjata.
Kesederhanaan juga tampak dari keputusannya menjelang akhir hayat. Ia menolak penggunaan tiga lapis peti jenazah, sebagaimana tradisi sebelumnya, dan hanya meminta satu peti kayu sederhana dengan tulisan “Franciscus”.
Dalam beberapa minggu mendatang, para Kardinal akan berkumpul di Vatikan untuk menggelar konklaf yang sakral.
Pemungutan suara secara rahasia di Kapel Sistina akan dilakukan oleh para Kardinal yang berusia di bawah 80 tahun, dan seorang paus baru akan dipilih jika mencapai dukungan dua pertiga suara.
Bila tidak tercapai, pemungutan suara akan terus berlangsung hingga muncul sosok yang disepakati. Tanda bahwa paus baru telah terpilih akan diumumkan lewat asap putih yang mengepul dari cerobong Kapel Sistina.
“Pemilihan ini tidak hanya menamakan pemimpin berikutnya, tetapi juga menentukan masa depan Gereja,” tulis Michelle Dillon, dekan College of Liberal Arts di University of New Hampshire, dilansir Newsweek.
“Hari-hari menjelang konklaf akan menjadi waktu krusial bagi para uskup dan kardinal untuk saling berdiskusi secara informal tentang arah dan harapan mereka.”
Calon Paus baru
Sejumlah nama muncul sebagai kandidat kuat untuk menggantikan Paus Fransiskus yakni:
Luis Antonio Tagle (Filipina)
Kardinal Tagle (67) menjadi favorit utama. Ia dikenal sebagai sosok progresif yang dekat dengan Paus Fransiskus dan pernah memimpin Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa. Tagle juga dikenal dengan semangat inklusivitas dan evangelisasi.
“Fakta bahwa lebih dari 100 dari para pemilih paus adalah penunjukan Fransiskus akan sangat memengaruhi hasilnya,” kata Cristina Traina, profesor dari Northwestern University.
Selain itu, asal-usulnya dari Asia-wilayah dengan pertumbuhan Katolik tercepat-menjadikannya pilihan yang sangat menarik.
Nama- nama lainnya:
Pietro Parolin (Italia)
Kardinal Parolin (70) adalah Sekretaris Negara Vatikan yang memainkan peran penting dalam diplomasi int’l termasuk hubungan sensitif dengan China dan Timur Tengah. Ia dianggap sebagai sosok moderat yang bisa
menjadi jembatan antara reformasi dan stabilitas.
Peter Turkson (Ghana)
Kardinal Turkson (76) dikenal karena kepeduliannya terhadap keadilan sosial. Sebagai mantan kepala Dikastri untuk Pengembangan Manusia Seutuhnya, ia vokal dalam isu perubahan iklim, kemiskinan, dan keadilan ekonomi.
Jika terpilih, ia akan menjadi paus Afrika pertama dalam dari lebih dari 1.500 tahun, sejak Paus Gelasius pada abad ke-5
Peter Erdő (Hungaria)
Kardinal Erdő (72) adalah kandidat konservatif terkemuka. Ia adalah pakar hukum kanon dan pernah memimpin Dewan Konferensi Uskup Eropa.
Bagi mereka yang merindukan gaya kepemimpinan seperti Yohanes Paulus II atau Benediktus XVI, Erdő menawarkan kesinambungan teologis yang ketat.
Angelo Scola (Italia)
Meski usianya telah 82 tahun, Kardinal Scola tetap masuk bursa pencalonan. Ia adalah mantan Uskup Agung Milan dan pernah menjadi kandidat kuat dalam konklaf 2013.
Pandangannya yang tradisional menjadikannya harapan terakhir kaum konservatif, meski faktor usia menjadi hambatan utama.
Addio Papa Fransesco e benvenuto al nuovo papa. (imbcnews/Theo/sumber diolah/AFP)