Jakarta-IMBCNews – Kuasa hukum MF, kapten kapal KM Rizki Laut IV, melayangkan keberatan hukum terhadap tindakan penangkapan dan penyitaan yang dilakukan oleh Tim Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Kepri. Agustinus Nahak, selaku kuasa hukum menilai proses tersebut cacat secara hukum dan menyalahi ketentuan KUHAP.
Peristiwa bermula pada 29 Mei dini hari, saat KM Rizki Laut IV melakukan pelayaran rutin dari Tanjunguncang ke perairan Kabil. Sekitar pukul 01.00 WIB, kapal telah menyelesaikan kegiatannya dan dalam perjalanan kembali. Di tengah laut perairan Tanjungundap, kapal disebut berlayar normal tanpa ada indikasi pelanggaran.
Namun, secara tiba-tiba, kapal didekati oleh satu unit speedboat sipil bermesin 200 PK yang mengangkut lima pria bersenjata laras panjang. Tanpa menunjukkan surat tugas atau surat perintah penangkapan, mereka langsung memborgol awak kapal dan menodongkan senjata sambil berteriak untuk tidak bergerak.
Kuasa hukum Kapten MF, Agustinus Nahak, dari Nahak & Partner Law Office (NPLO), menyatakan akan mengajukan praperadilan karena menemukan sejumlah pelanggaran prosedur signifikan yang berpotensi melanggar hak-hak asasi kliennya. “Kami mendesak audit khusus dari Divisi Propam Mabes Polri dan Kompolnas RI atas dugaan ini,” tegas Nahak kepada media di Jakarta, Selasa (3/6).
Kronologi penangkapan yang disampaikan Nahak menunjukkan sejumlah kejanggalan. Penangkapan di perairan Tanjung Undap sekitar pukul 01.00 WIB dini hari dilakukan oleh lima orang bersenjata laras panjang yang menggunakan speedboat sipil tanpa menunjukkan surat perintah atau surat tugas.
“Awak kapal ditodong senjata, ponsel mereka disita tanpa berita acara, dan petugas memaksa mengambil alih kemudi kapal, mengakibatkan kapal kandas di perairan dangkal sekitar pukul 03.00 WIB akibat surutnya air laut. Meskipun tidak ada kerusakan berarti atau korban jiwa, tindakan ini dinilai sebagai intimidasi dan melanggar prosedur hukum yang berlaku. ” Jelas Nahak .
Lebih memprihatinkan lagi, penyitaan 11.120 liter BBM kapal pada 30 Mei 2025 dilakukan tanpa berita acara penyitaan dan tanpa kehadiran Kapten MF. BBM tersebut hanya disaksikan oleh tiga awak kapal dan dititipkan ke gudang PT Rizki Barokah Madani atas permintaan petugas. Surat penangkapan baru diserahkan kepada istri Kapten MF setelah proses penangkapan dan penyitaan selesai, dan status SPDP ke Kejaksaan belum terverifikasi hingga saat ini. Kejanggalan ini semakin memperkuat dugaan adanya upaya untuk menutupi tindakan yang tidak sah.
Nahak menuding beberapa pelanggaran hukum yang serius, antara lain: Penangkapan tidak sah tanpa surat perintah dan bukan dalam keadaan tertangkap tangan: Melanggar Pasal 18 ayat (1) KUHAP.
Penyitaan ilegal HP dan BBM tanpa berita acara: Melanggar Pasal 38 jo Pasal 39 KUHAP. Penetapan tersangka dan penahanan di hari libur nasional (Hari Raya Waisak) tanpa alasan mendesak: Melanggar Pasal 17 KUHAP.
Tidak adanya delik materil yang terbukti. “NPLO menekankan tidak adanya bukti kuat yang menunjukkan pelanggaran hukum oleh Kapten MF,” ujar Nahak.
“Penangkapan dan penahanannya dianggap cacat hukum dan diduga kuat sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh aparat. Selain praperadilan untuk membatalkan status tersangka Kapten MF dan menyatakan barang bukti tidak sah, NPLO juga menuntut transparansi dari Polda Kepri dan investigasi menyeluruh atas dugaan penyalahgunaan wewenang ini,” demikian Agustinus Nahak. (*)