Oleh Djamilus, SH MH, Ahli Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
IMBCNEWS Jakarta | Diantara tugas dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah pembuatan Undang-undang (legislasi), penganggaran Pendapatan Belanja Negara (penganggaran) dan pengawasan. Fungsi legislasi, sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 20 UUD RI antara lain menyebutkan, Rancangan Undang-undang yang telah disetuju bersama, antara DPR bersama Pemerintah, jika dalam waktu satu bulan atau 30 hari sejak RUU itu disetujui wajib dijadikan UU meskipun tanpa ada persetujuan Presiden. Artinya, DPR mempunyai kewenangan kuat dalam pembuatan legislasi.
Bahkan dalam Pasal 22 UUD RI memberikan kewenangan Presiden untuk membuat peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang, hal itu tidak dapat berlaku lebih dari dua tahun, karena dalam masa sidang berikutnya, peraturan Pengganti UU itu wajib mendapatkan persetujuan DPR.
Oleh karenanya, menarik untuk disimak mengapa Dewan Perwakilan Rakyat sulit untuk mensingkronkan berbagai Peraturan perundang-undangan itu guna mendorong kelembagaan negara lebih efektif dan efisien termasuk dalam pembuatan UU dimaksud.
Informasi yang paling anyar adalah, dimajukan nya Juditial Review UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), dimana dalam Pasal Para Pemohon menguji Pasal 53 UU TNI yang menyatakan, “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira, dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama. Dimajukannya Ke Mahkmah Konstitusi (MK) lantaran adanya perbedaan dengan UU Kepolisian RI dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sama-sama masuk sebagai pengabdian negara.
Sementara dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI usia pensiun anggota POlRI adalah 58 – 60 sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat 2 UU Kepolisian RI. Batas usia pensiun perwira adalah 60 tahun, sebagaimana termaktub dalam Pasal 30 Ayat 2. Namun, usia pensiun perwira Polri yang memegang jabatan fungsional bisa mencapai 65 tahun. Sementara itu, usia pensiun bagi bintara dan tamtama adalah 58 tahun.
Undang-undang Kepolisian RI versus UU TNI itulah yang menjadi tiik tolak adanya Juditial Review terhadap UU TNI karena TNI merasa sama-sama sebagai pengabdi negara, dalam penentuan masa pensiun terjadi perbedaan yang mencolok, yakni untuk prajurit 53 dan untuk perwira 58 sementara, untuk anggota Polri antara 58 sampai 65 tahun.
ermasalahan nya, apakah DPR bersama Pemerintah tidak dapat menyederhanakan satu Undang-undang terhadap anggota TNI, Polri dan ASN lainnya?
Untuk membahas masalah ini, penulis menggunakan pisau analisa dari Lawrence Meir Friedman soal teori hukum kelembagaan (infrastructur).
Tumpang Tindih
Sistem demokrasi yang baik, apa bila infrastruktur politik tidak banyak tumpang tindih karena hal itu akan minimalisir intervensi dari lembaga satu ke lembaga lainnya, atau dari lembaga yang merasa lebih kuat ke lembaga lebih lemah.
Lawrence Friedman, (Tedy Lesmana:2024) dalam bukunya The Legal System A Social Science Perspective, lebih mengorientasikan kepada pentingnya budaya hukum dalam masyarakat. Hal ini sebagaimana juga terlihat dalam pemaparan Friedman yang secara umum memandang bahwa dari ketiga komponen dalam sistem hukum, budaya hukum merupakan komponen yang paling penting. Akan Tetapi tidak berarti komponen lain tidak penting, struktur dan substansi juga merupakan komponen penting dari sebuah sistem hukum.
Pandangan Lawrence Friedman, hukum akan bekerja baik jika sistem kelembagaannya juga baik. Artinya, kalau sistem kelembagaan negara masih banyak yang tumpang tindih, maka akan banyak peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih pula seperti hanya pengaturan masa usia pensiun atau masa pengabdian oleh sesama abdi negara, dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi RI dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Di luar itu juga ada UU Dana Pensun bagi paa pekerja diluar ASN dan TNI seperti pekerja di BUMN atau lembaga pemerintah lainnya.
Contoh terbaru, (laman MK 2024) Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada akhir Desember 2023. pengajuan Perkara Nomor 97/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh tujuh prajurit TNI, di antaranya Kresno Buntoro, (Pemohon I/Prajurit TNI aktif dengan Pangkat Laksamana Muda TNI; Sumaryo (Pemohon II/Prajurit TNI aktif dengan pangkat Kolonel Chk); dan Suwardi (Pemohon III/Prajurit TNI aktif dengan pangkat Sersan Kepala) serta Lasman Nahampun (Pemohon IV/Purnawirawan Prajurit TNI dengan pangkat terakhir Kolonel Laut) mengajukan Juditial Review ke MK guna menuntut kesetaraan usia pensiun sesama anggota pengabdi negara dalam hal ini Polri dan ASN.
Para pengaju JR tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama, kemudian menarik diri lantaran anggota DPR akan memperbaiki atau melakukan penyempurnaan terhadap UU TNI utamanya usia pensiun yang akan disamakan dengan UU Kepolisian RI. Sistem seperti itu bukan hanya menimbulkan ketidakpastian hukum tetapi juga terlihat adanya pemborosan proses pembuatan UU dan terlihat banyaknya tumpang tindih terhadap kelembagaan yang ada di Indonesia.
Dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Pasal 30 ayat (2) disebutkan, Usia pensiun maksimum anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia 58 (lima puluh delapan) tahun dan bagi anggota yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian dapat dipertahankan sampai dengan 60 (enam puluh) tahun.
Bunyi dalam pasal itu yang tampaknya akan dijadikan acuan dalam pembahasan UU TNI nanti yang saat ini sedang berproses dalam pembahasan nya.
Sementara Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas, mengatakan, membantah tergesa-gesa dalam membahas dan memutuskan revisi Undang-Undang Kementerian Negara dan TNI. Draf revisi UU itu masih akan dikirim ke pemerintah untuk meminta persetujuan sebelum di lanjutkan pembahasannya.
“Akan dikirimkan ke pemerintah dulu, pemerintah setuju atau enggak. Karena ini kan usul inisiatif DPR, nanti pemerintah sesegera mungkin akan menunjuk wakilnya untuk keempat RUU oleh Badan Legislasi,” kata Supratman (Metro 29/5/2024) . Ia mengatakan, pembahasan revisi UU itu telah melewati prosedur yang benar, dan sesuai dengan prioritas saat ini, adalah perubahan batas usia pensiun bagi Bintara dan Tamtama TNI yang sebelumnya 53 tahun, bakal disamakan dengan batas usia pensiun Polri dan ASN.
Inilah realitas politik, dimana setiap lembaga sesama abdi negara masing-masing mempunyai visi dan misi sendiri-sendiri sehingga dalam merumuskan batas usia pengabdian terkesan sesuai dengan selera atasan saat dia masih berkuasa atau belum adanya integrasi dan koordinasi yang baik, sehingga dapat membuat sistem kelembagaan pemerintahan menjadi lebih baik.
Masih dalam pandangan Friedman, budaya hukum tersebut menjadi : (a) Internal legal culture yaitu budaya hukum para hakim dan pengacara atau penegak hukum pada umumnya; (b) External legal culture yaitu kebiasaan masyarakat luas. Struktur dan substansi menjadi komponen dari sebuah sistem hukum. Tetapi baru sebatas desain atau cetakbiru dan bukan mesin kerja. Struktur dan substansi menjadi masalah karena keduanya statis; keduanya ibaratnya gambar dari sistem hukum.
Dengan demikian, teori Lawrence Meir Friedman akan dapat dilaksanakan oleh para pemangku hukum di Indonesia jika adanya kemauan untuk berubah, bahwa sebagai seorang pemimpin mau melepaskan kepentingan diri dan keluarganya, termasuk juga para politisi untuk tidak mementingkan lembaga ansic atau kelompoknya. Dengan begitu, semua peraturan akan mudah disingkronisasikan, dan akan membimbing budaya hukum lebih fair dan tegas sehinga dapat mewujudkan pembuatan lembaga dan proses hukum lebih efektif dan efisien.
Meminjam pendapat ahli hukum Tata Negara, Dr. Santoso Tandiasa usai ditariknya UU TNI pasca Juditial Review, bahwa belajar hukum di Indonesia akan cukup membingungkan jika tidak mampu menganatomi hukum yang berlaku di Indonesia. Pasal-pasal yang disusun oleh DPR besama pemerintah, tidak harus semua di laksanakan, tetapi kesepakatan dan kompromi dari para pengambil keputusan kadang lebih dominan dari pasal yang telah disepakati itu. Mungkin inilah negara hukum dalam sistem demokrasi Pancasila. ****
Penulis tinggal di Cimanggis , Depok