PHK Massal Sritex Bangkrut
Sritex (SRIL) resmi tutup permanen pada 1 Maret 2025, menyebabkan PHK massal ribuan buruh. Simak alasan kebangkrutan dan dampaknya terhadap industri tekstil Indonesia! #SritexPailit #PHKMassal
IMBCNews – JAKARTA – Kabar mengejutkan datang dari industri tekstil nasional. PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, resmi dinyatakan pailit dan akan menghentikan seluruh operasionalnya mulai 1 Maret 2025. Ribuan buruh pun terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal akibat keputusan ini.
PHK Massal di Sritex: Ribuan Buruh Kehilangan Pekerjaan
Keputusan PHK massal diumumkan oleh kurator pada 26 Februari 2025, menyusul putusan Pengadilan Niaga Semarang yang mengabulkan permohonan pailit dari PT Indo Bharat Rayon terhadap Sritex. Dengan ini, seluruh karyawan di bawah grup Sritex resmi kehilangan pekerjaannya.
“Terhitung sejak 26 Februari 2025, seluruh karyawan Sritex Group yang dalam status pailit sudah di-PHK oleh kurator,” ungkap Nanang Setiyono, perwakilan buruh dari PT Bitratex Industries, salah satu anak usaha Sritex, kepada Bisnis pada Kamis (27/2/2025).
Menurut Nanang, pemberitahuan PHK telah dikirimkan ke seluruh karyawan melalui pimpinan perusahaan masing-masing. Bahkan, dirinya bersama karyawan Bitratex telah mengalami PHK lebih awal, tepatnya pada 24 Januari 2025.
“Kami mengajukan permohonan PHK karena bisnis Sritex sudah tidak sehat sejak lama. Dengan PHK ini, kami mendapat kepastian hukum atas status pekerjaan, sehingga bisa segera mengajukan tagihan pesangon, gaji terutang, mencairkan JHT, serta mencari pekerjaan baru,” tambahnya.
Sementara itu, perwakilan buruh lainnya, Slamet Kaswanto, masih menunggu hasil rapat kreditur yang dijadwalkan berlangsung pada Jumat (28/2/2025). “Kami masih menunggu keputusan final dari rapat kreditur besok,” ujar Slamet.
Bisnis telah mencoba menghubungi tim kurator serta pengacara Sritex, Patra M Zen, untuk mengonfirmasi kabar ini. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak terkait.
Sritex Resmi Tutup, Nasib Buruh dan Pabrik Terhenti
Mengutip laporan dari Solopos, PT Sri Rejeki Isman Tbk. dan tiga anak usahanya—PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, serta PT Primayudha Mandirijaya—akan resmi menghentikan operasionalnya pada 1 Maret 2025.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo, Sumarno, menyatakan bahwa tim kurator kepailitan Sritex telah mengirim surat resmi ke Disperinaker terkait penghentian operasional perusahaan.
Dalam surat tersebut, dijelaskan bahwa opsi PHK diputuskan setelah adanya pertemuan antara tim kurator dan manajemen Sritex. Keputusan PHK diberlakukan pada 26 Februari 2025, namun operasional pabrik tetap berjalan hingga 28 Februari 2025, dengan pekerja masih menjalankan tugas mereka hingga hari tersebut.
Para buruh yang terkena PHK telah menandatangani surat pernyataan penerimaan pemutusan hubungan kerja. Surat ini menjadi syarat pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS Ketenagakerjaan.
Tak hanya itu, ribuan pekerja juga akan mendapatkan perlindungan sosial dalam bentuk Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Menurut Sumarno, pekerja yang di-PHK akan menerima uang tunai sebesar 60 persen dari upah mereka, maksimal selama enam bulan. Namun, syaratnya mereka harus aktif mencari pekerjaan baru.
Dampak Penutupan Sritex terhadap Industri Tekstil Indonesia
Kebangkrutan Sritex tentu membawa dampak besar bagi industri tekstil nasional. Sebagai salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia, tutupnya Sritex berpotensi mengganggu rantai pasok dan lapangan kerja di sektor ini.
Sejumlah analis menilai bahwa kondisi keuangan Sritex sudah mengalami tekanan sejak beberapa tahun terakhir. Faktor-faktor seperti utang yang membengkak, penurunan permintaan pasar, serta ketidakstabilan ekonomi global berkontribusi pada kondisi keuangan perusahaan hingga akhirnya dinyatakan pailit.
Di sisi lain, banyak pihak berharap agar pemerintah turun tangan memberikan solusi bagi ribuan buruh yang terdampak PHK massal ini. Selain itu, perlu ada kebijakan yang dapat menghidupkan kembali industri tekstil nasional agar mampu bersaing di pasar global. (sumber: bisnis.com/diolah)