IMBCNEWS – JAKARTA – TNI sebagai militer profesional harus siap siaga membela negara dan bangsa dan terus diasah sesuai potensi kekuatan lawan dan konstelasi geopolitik serta perkembangan teknologi yang pesat.
Dalam Perang Rusia vs Ukraina misalnya, drone atau pesawat nirawak pertama kalinya digunakan secara massal oleh kedua belah pihak, baik sebagai pengintai (surveillance), penyerang (dibekali bom, roket aau rudal atau senapan mesin) atau sebagai bom terbang (loitering munition), menggantikan sebagian fungsi pesawat berawak.
Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berpotensi menjadi ancaman perang siber.
“Perkembangan TI mengindikasikan pengaruh signifikan terhadap perang siber (cyber warfare), “ tutur panglima TNI seperti disampaikan Komandan Satuan Siber TNI Brigjen TNI J.O. Sembiring dalam rilis Pusat Penerangan TNI, Jumat (7/2) .
Agus menuturkan, perang siber merupakan konflik yang melibatkan penggunaan dan penargetan komputer serta jaringan dengan memanfaatkan keunggulan TIK sebagai senjata yang dapat mengancam integritas negara dan bangsa.
Ia menyoroti dampak kehadiran TIK serta perkembangan revolusi industri 4.0 dan society 5.0 ditandai dengan meluasnya Internet of Things (IoT), virtual/augmented reality, dan pemanfaatan AI terhadap aspek militer.
AI dalam perang siber
Sementara itu pakar Artificial Inteliggence (AI) Prof. DR. Ir Djarot S. Suroso mengemukakan pentingnya penguasaan AI dalam berbagai aspek perang siber sehingga bidang ini harus ditekuni dan dikembangkan secara serius.
Di era digitala saat ini, menurut dia, AI berperan amat penting untuk meningkatkan kemampuan menyerang dan memperkokoh pertahanan dan membuka dimensi barau terkait strategi peperangan.
Perang siber atau cyber war adalah bentuk konflik yang menggunakan TIK untuk menyerang atau mempertahankan sistem komputer, data dan infrastruktur kritikal.
AI dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas serangan siber. Salah satu contoh penerapannya adalah dalam penggunaan algoritma pembelajaran mesin (machine learning) untuk mengidentifikasi dan mengeksploitasi celah keamanan dalam sistem.
AI dapat menganalisis data dalam jumlah besar dan menemukan pola yang mungkin tidak terlihat oleh manusia, yang memungkinkan pelaku serangan untuk melakukan eksploitasi lebih efektif.
AI juga dapat digunakan dalam autonomous cyberattacks, di mana algoritma mampu menilai kelemahan sistem dan meluncurkan serangan secara otomatis tanpa intervensi manusia.
“Hal itu akan meningkatkan kecepatan dan akurasi serangan serta mengeksploitasi kerentanannya, “ kata Panglima TNI.
Sistem pertahanan berbasis AI memainkan peran sama pentingnya dalam mendeteksi dan merespons ancaman siber, menganalisis lalu lintas jaringan dan mendeteksi pola yang mencurigakan atau serangan yang tidak biasa.
Dengan kemampuannya untuk belajar dari serangan sebelumnya, AI dapat mengidentifikasi ancaman yang mungkin belum pernah tercatat, misalnya digunakan untuk mendeteksi serangan berbasis malware yang tidak terdeteksi oleh perangkat lunak keamanan tradisional.
Teknologi AI juga dapat digunakan untuk predictive analytics yakni memprediksi potensi serangan siber berdasarkan data historis dan tren yang ada. Dengan demikian, AI membantu merancang pertahanan yang lebih dinamis dan reaktif terhadap ancaman yang terus berkembang.
Jadi, sangat tidak pas rasanya jika ada yang mewacanakan, prajutit TNI bisa menyambi kerjaan lain untuk menambah nafkahnya seperti buka warung, ngojek online apalagi asyik bermain judi online. (imbcnews/Theo/sumber diolah)