BUKITTINGGI – Dalam sosok Profesor Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T., Institut Teknologi Bandung (ITB) tak hanya memiliki rektor baru, tapi juga pemimpin yang membawa nafas empati dan harapan.
Sejak resmi menjabat sebagai Rektor ITB ke-18 (atau ke-34 dalam lintasan sejarah sejak TH Bandung berdiri) pada 20 Januari 2025, Prof. Tatacipta telah menunjukkan arah kepemimpinan yang menyentuh hati banyak orang.
Salah satu momen paling menyentuh baru-baru ini adalah ketika ia turun langsung ke lereng Gunung Singgalang, Sumatera Barat, untuk menjemput seorang calon mahasiswa baru, Devit Febriansyah, yang diterima di STEI ITB melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Tak sekadar formalitas penyambutan, Prof. Tata, begitu beliau kerap disapa, hadir sebagai wujud nyata ITB yang hadir menyapa anak-anak Indonesia, bahkan hingga pelosok negeri.
Devit adalah siswa SMAN 1 Bukittinggi yang berasal dari Kecamatan Malalak, anak dari pasangan Julimar dan Doni Afrijal. Ayahnya bekerja sebagai kuli angkut kayu manis, dan ibunya sebagai tukang sisir kayu. Dalam kondisi ekonomi yang serba terbatas, Devit tetap bersinar karena prestasinya.
Kedatangan sang rektor ke kampungnya menjadi momen bersejarah, tidak hanya bagi Devit, tetapi juga bagi seluruh warga Malalak.
Devit diarak keliling kampung. Warga menangis haru, bahkan istri Rektor ITB memeluk erat ibunda Devit yang tak kuasa membendung air mata. “Ayah Ibu Devit nangis sesenggukan, termasuk Prof Tata,” tulis Imam Santoso, dosen sekaligus influencer pendidikan ITB yang turut mendokumentasikan momen haru ini di Instagram.
Tak hanya Devit, Prof. Tatacipta juga mengunjungi dua mahasiswa baru lainnya: Nauli Al Ghifari dan Deka Fakira Berna, yang juga diterima di ITB dari latar belakang keluarga sederhana. Kepada mereka, ia menyampaikan pesan mendalam, “Di kampus nanti, kalian akan bertemu banyak mahasiswa hebat. Harus tetap berusaha yang terbaik dan jangan putus asa.”
Pemimpin yang Tumbuh dari Akademia
Tatacipta Dirgantara bukan orang baru di lingkungan ITB. Ia adalah alumnus ITB untuk jenjang sarjana (1988–1993) dan magister (1993–1995), sebelum melanjutkan pendidikan doktoralnya di Inggris, mulanya di Wessex Institute of Technology, lalu diselesaikan di Queen Mary University of London (1997–2000).
Seluruh proses pendidikannya mencerminkan dedikasi tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengabdian pada negeri.
Sebagai rektor, ia membawa semangat menjadikan ITB tidak hanya sebagai kampus unggulan teknologi, tapi juga rumah bagi talenta terbaik bangsa dari seluruh penjuru tanah air. Lewat langkah nyata seperti menjemput Devit, Prof. Tatacipta menegaskan bahwa akses pendidikan tinggi bukan hanya milik mereka yang tinggal di kota, tapi juga mereka yang gigih bermimpi dari pelosok negeri.
Gotong Royong yang Menginspirasi Bangsa
Kisah Devit menjadi viral, bukan semata karena kehadiran rektor, tetapi karena semangat gotong royong warganya. Warga kampung Malalak mengumpulkan sumbangan secara sukarela demi membiayai keberangkatan Devit ke Bandung. Dari iuran lima puluh ribu hingga seratus ribu rupiah, terkumpul dukungan moral dan material yang membanggakan.
Paragon Corp pun turut berkontribusi dengan memberikan laptop, uang tunai, dan berbagai hadiah sebagai bekal awal Devit menempuh pendidikan. Devit tidak hanya berangkat dengan semangat pribadi, tetapi dengan restu dan harapan satu kampung.
Pemimpin, Panutan, dan Harapan
Tatacipta Dirgantara bukan hanya memimpin dari balik meja rektorat, ia hadir di tengah rakyat. Dengan keteladanan seperti ini, ITB menunjukkan wajah kampus rakyat yang inklusif dan peduli.
Di tengah kemajuan teknologi, kemanusiaan tetap menjadi fondasi. Devit, Nauli, dan Deka adalah cerminan bahwa mimpi besar dapat tumbuh dari rumah-rumah kecil di perbukitan Sumatera, dan Prof. Tatacipta memastikan bahwa pintu kampus Ganesha terbuka lebar bagi mereka.
Semoga perjalanan kepemimpinan Prof. Tatacipta di ITB bukan hanya tentang kebijakan dan program, tetapi juga tentang keberanian merawat harapan dan membukakan jalan bagi masa depan Indonesia yang lebih adil dan cerah.
“Selamat datang di ITB, rumah ilmu dan harapan. Kita bangun negeri ini, satu anak bangsa, satu mimpi, satu langkah pada satu waktu.”
Prof. Tatacipta Dirgantara
Pewarta: Alex.Jr
(IMBCNews.com/Bukittinggi)