IMBCNews – JAKARTA – ASA untuk mengakhiri Perang Ukraina yang sudah berlangsung tiga tahun tiga bulan (39 bulan) sejak invasi Rusia ke negara tetangganya itu pada 24 Februari 2022 menemui jalan buntu.
Pertanda kegagalan pertemuan itu sudah muncul saat Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan tidak ingin hadir jika prasyarat yang diajukan negaranya tidk dipenuhi, walau Presiden Ukraina Voldymyr Zelenskyy sanga antusias untuk berbicara langsung dengan Presiden Putin.
Zelenskyy, sebaliknya, hanya bersedia engikuti perundingan jika Presiden Putin hadir dan dia tidak ingin berunding dengan anggota delegasi Rusia tanpa kehadiran Putin.
Negosiasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang digelar di Istanbul, Turkiye, Jumat (16/5) seperti dilaporkan Reuters hanya berlangsung selama dua jam.
Padahal, ini menjadi pertemuan langsung pertama kedua negara sejak perang pecah pada Februari 2022, setelah lebih dari tiga tahun tidak ada pembicaraan langsung.
Pertemuan tersebut gagal menghasilan terobsan signifikan, kecuali hanya kesepakatan kedua belah pihak untuk saling tukar-menukar 1.000 tawanan.
Sejumlah sumber dari pihak Ukraina menyatakan, perbedaan pandangan antara kedua belah pihak sudah tampak sejak awal negosiasi dimulai.
“Rusia mengajukan tuntutan yang jauh melampaui apa pun yang pernah dibahas sebelumnya,” ujar sumber tersebut. Dia menambahkan, tuntutan Rusia mencakup kondisi yang tidak realistis dan tidak konstruktif.
Meredup
Asa ntuk mencapai terobosan pada dialog perdamaian tersebut meredup setelah Presiden AS Donald Trump menyelesaikan lawatannya di Timur Tengah, Kamis (15/5).
Trump mengatakan, tidak akan ada kemajuan tanpa pertemuan langsung dirinya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan bahwa prioritas utama Kyiv adalah gencatan senjata penuh, tanpa syarat, dan dilakukan dengan itikad baik.
“Jika Rusia menolak gencatan senjata, Moskwa harus menghadapi sanksi baru yang kuat, khususnya di sektor energi dan perbankan,” tegas Zelensky.
Di sisi lain, Rusia menyatakan kesiapannya mengakhiri perang melalui jalur diplomasi dan siap membahas soal gencatan senjata.
Namun, Moskwa berulang kali menuduh Ukraina memanfaatkan gencatan senjata untuk mereorganisasi pasukan, memobilisasi lebih banyak tentara, serta memperoleh tambahan senjata dari negara-negara Barat.
Delegasi Rusia dipimpin oleh deputi di Kremlin, Vladimir Medinsky, yang juga memimpin perundingan pada 2022.
Negosiator Rusia terdiri dari Wamenhan Alexander Fomin, Wakil Menlu Mikhail Galuzin, dan Igor Kostyukov, kepala Direktorat Utama Staf Umum AB Rusia Igor Kostyukov.
Moskwa bersikeras, sejumlah isu mendasar harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum gencatan senjata diwujudkan.
Rusia tetap memegang teguh tuntutannya terkait “akar penyebab” konflik, seperti “denazifikasi” dan demiliterisasi Ukraina – dua istilah sumir yang selama ini digunakan Moskwa sebagai pembenaran invasi dan bersikeras, meminta Ukraina menyerahkan wilayah-wilayah yang telah didudukinya.
Sementara itu, pimpinan delegasi Ukraina Menhan Rustem Umerov menegaskan bahwa gencatan senjata menjadi prioritas utama dalam pembicaraan kali ini.
Pembicaraan singkat ini menandai babak baru dalam upaya mencari solusi damai yang sudah lama dinanti, meski jalan menuju kesepakatan masih penuh tantangan.
Kegagalan pertemuan dama tersebut tentu menjadi awan gelap terutama bagi rakyat Ukraina yang bakal berlanjut penderitaannya. (imbcnews/Theo/sumber diolah: Reuters/ns)