Jakarta-IMBCNews- Umat Islam di dunia internasional sudah saatnya memiliki strategi pembebasan Al Aqsha dari pendudukan Israel saat ini. Strategi pembebasan harus dimulai dengan persiapan memperkuat ilmu pengetahuan dan politik serta militer.
Selanjutnya, tragedi genosida yang terjadi di Gaza Palestina saat ini memberi pelajaran agar dunia bergerak bersama untuk menyelamatkan kemanusiaan, dan Indonesia terlibat aktif dalam upaya pembebasan Palestina, tidak hanya unsur pemerintah dan parlemen, tetapi juga organisasi masyarakat dan tokoh-tokoh informal.
Demikian benang merah pemikiran dalam Seminar Internasional secara online bertajuk “The Importance of Al Aqhsa in Muslim Global Politics” yang diselenggarakan atas kerjasama Laboratorium Ilmu Politik, Program Magister Ilmu Politik dan Program Studi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dengan Asia Middle East Center for Research and Dialog (AMEC) serta Academy for Islamic Jerusalem Studies (ISRA) The United Kingdom, Jumat (29/11).
Syeikh Prof. Dr. Abd Al-Fattah El-Awaisi, Direktur Academy for Islamic Jerusalem Studies (ISRA) sebagai pembicara pertama menegaskan, setelah 107 tahun ini tidak ada rencana strategi pembebasan Al Aqsha dari umat Islam di dunia.
Tanpa strategi pembebasan itu maka Al Aqsha tidak akan dapat dilepaskan dari penjajahan. “Itulah argumentasi utamanya,” kata Prof Al Fattah.
Hal itu dipraktekkan Rasulullah SAW dalam membuat rencana strategis pembebasan Al Aqsha. “Untuk mewujudkan langkah-langkah strategis dalam pembebasan Al-Aqsa, kita harus terlebih dahulu memiliki ilmu yang bermanfaat dan relevan dengan tujuan tersebut. Ilmu yang bermanfaat bukan sekadar pengetahuan teoretis, tetapi juga mencakup pemahaman mendalam mengenai sejarah, politik, ekonomi, dan dinamika sosial yang melingkupi isu Al-Aqsa,” jelas Prof Al Fattah yang berbicara dari Edinburg, Skotlandia.
Langkah selanjutnya, kata Prof Fattah, adalah persiapan politik dan persiapan militer. Dari Sejarah Nabi Muhammad, persiapan politik dan persiapan militer didasarkan pada persiapan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu umat Islam harus terus memperkuat persiapan ilmu pengetahuan dalam pembebasan Al Aqsha.
Indonesia Aktif
Sementara itu Wakil Ketua MPR Dr. Hidayat Nurwahid menyatakan, pembebasan Palestina merupakan tuntutan masyarakat global, tidak hanya dunia umat Islam. “Tragedi genosida yang terjadi di Gaza saat ini memberi pelajaran agar dunia bergerak bersama untuk menyelamatkan kemanusiaan. Karena zionis Israel tidak hanya melanggar hukum internasional, melainkan juga mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia,” tegasnya.
Selanjutnya, Dr Hidayat Nurwahid menjelaskan, Indonesia terlibat aktif dalam upaya pembebasan Palestina. Tidak hanya unsur pemerintah dan parlemen, tetapi juga organisasi masyarakat dan tokoh-tokoh informal.
“Kami dari Fraksi PKS pernah mengusulkan RUU Boikot produk Israel. Selain itu, kita juga mendukung upaya Malaysia dan negara lain untuk mengeluarkan Israel dari keanggotaan PBB. Segala upaya dilakukan untuk memenuhi amanat konstitusi UUD dan Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945,” katanya.
Dalam seminar ini Direktur Asia Middle East Center for Research & Dialogue (AMEC) Muslim Imran yang berbicara dari Kuala Lumpur menjelaskan bahwa Islam terkait erat dengan Yerusalem, dan musuh-musuh Islam berusaha untuk menjauhkan umat Islam dari Yerusalem.
Ia mengingatkan bahwa Amerika Serikat terus melanjutkan upaya pendudukan Yerusalem dengan memberikan bantuan kepada Israel sampai mencapai tiga milyar dollar per tahun dan bahkan membiarkan ekspansi pemukim liar Israel di wilayah pendudukan Palestina.
Di bagian lain, Dosen Prodi Ilmu Politik Miftahul Ulum, MPS., M.Sc., Ph.D. menyatakan perlunya memetakan bagaimana umat Islam memiliki rencana mengenai masa depan Al Aqsha.
Langkah yang perlu dimiliki umat Islam adalah melalukan pemetaan situasi saat ini, mengidentifikasi tren dan pemicunya, melakukan eksplorasi sejumlah skenario masa depan Al Aqsha, dan memetakan visi masa depan Al Aqsha serta kemudian mengembangkan strategi pembebasan Al Aqsha.
Miftahul Ulum yang baru menyelesakan studi Doktoral dari Warwich University Inggris ini menekankan bahwa informasi yang saat ini dimiliki dan dikumpulkan umat Islam menengenai pembebasan Al Aqsha ke depan menjadi apa yang disebut “inforaction”, yakni mentransformasikan informasi menjadi aksi. Caranya adalah menyatukan visi masa depan menjadi disain aksi nyata.
Program Seminar Internasional bertajuk The Importance of Al Aqhsa in Muslim Global Politics itu sendiri dibuka oleh Wakil Dekan FISIP UMJ Dr. Lusi Andriyani mewakili Dekan FISIP UMJ Prof . Dr. Evi Satispi, dan hadir sebagai moderator Dr. Asep Setiawan dari Prodi Magister Ilmu Politik FISIP UMJ.
Program yang berlangsung sekitar dua jam dengan panelis dari Skotlandia, Malaysia, dan Indonesia ini merupakan salah satu upaya mempersiapkan konsentrasi Kajian Baitul Maqdis pada Program Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta. (AS)