IMBCNEWS Thailand | MK Putuskan Partai ‘Move Forward’ Langgar Konstitusi Thailand. Dengan demikian, UU lama yang memberikan kekuasaan kerajaan yang lebih luas, termasuk memenjarakan rakyat yang mengkritiknya, tetap dipertahankan. Putusan Mahkamah Konstitusinya justru menyalahkan Partai Move Forward yang bersalah.
Mantan pemimpin Partai Move Forward, Pita Limjaroenrat memberikan pernyataan pada konferensi pers setelah Mahkamah Konstitusi Thailand menyampaikan putusan di Bangkok, Rabu 31 Januari 2024, dilansir Voa Ind. pada Kamis.
Mahkamah Konstitusi Thailand pada hari Rabu (31/1) memerintahkan partai “Move Forward” untuk menghentikan upaya reformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan.
Melalui keputusan bulat, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa janji pemilu Move Forward untuk mengamandemen UU yang dikenal dengan nama 112, mengacu pada bagian pasal KUHP UU itu, memenuhi syarat sebagai upaya inkonstitusional untuk “menggulingkan monarki.” Pengadilan juga memerintahkan partai itu untuk menghentikan kampanyenya.
Atas putusan tersebut, partai Move Forward membantah telah berupaya menggulingkan kerajaan dan memperingatkan bahwa keputusan itu membuka peluang pelarangan partai tersebut, jika kelompok konservatif menganggapnya sebagai ancaman.
Anggota Partai Move Forward menunggu putusan Mahkamah Konstitusi Thailand terkait upaya pemenang pemilu untuk mengubah undang-undang yang melarang penghinaan terhadap monarki, di Bangkok, Thailand, 31
Partai politik Move Forward sebelumnya mengejutkan pihak kerajaan Thailand dengan memenangkan kursi parlemen terbanyak dalam pemilu pada Mei 2023 lalu. Namun, partai ini dipaksa menjadi oposisi oleh koalisi konservatif yang sekarang menguasai pemerintahan.
Partai itu memenangkan suara kalangan tua maupun muda melalui agenda reformasi struktural, termasuk mengubah undang-undang pencemaran nama baik yang dapat menghukum seseorang hingga 15 tahun penjara untuk setiap tuduhan penghinaan terhadap kerajaan.
Undang-undang tersebut melindungi lembaga tertinggi Thailand, yang dipimpin oleh Raja Maha Vajiralongkorn, salah satu raja terkaya di dunia yang menguasai sistem patronase negara itu.
Kritik mengatakan undang-undang itu membunuh kebebasan berpendapat, terlalu luas, serta digunakan kaum konservatif untuk memenjarakan pegiat pro-demokrasi, dan membungkam perdebatan yang lebih luas tentang reformasi politik di Thailand.
imbcnews/voa/diolah/