IMBCNEWS Jakarta | – Direktorat Jenderal Perikanan Taiwan menyatakan, awak kapal bekewarganegaraan asing, termasuk Indonesia adalah mitra kerja penting bagi perikanan laut lepas Taiwan, demikian keterangan pers Kantor Perdagangan dan Ekonomi Taipei (TETO) di Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Pemerintah Taiwan, lanjutnya, akan terus bekerjasama dengan berbagai kelompok masyarakat sipil dan organisasi internasional, dengan menyeimbangkan antara hak para awak kapal dengan pengelolaan industri perikanan lepas pantai Taiwan agar industri perikanan Taiwan dapat terus berlanjut serta menguntungkan semua pihak terkait.
Khusus mengenai masalah kapal ikan Hsin Lian Fa no.168 yang dianggap merugikan awak kapal berkewarganegaraan Indonesia, dengan adanya kerjasama antara Ditjen Perikanan Taiwan dan Pemerintah Indonesia, para awak kapal yang terdampar telah dibantu untuk pulang ke tanah air dan telah menerima gaji.
Di sisi lain, pemilik kapal, selain menerima sanksi administratif untuk diminta tanggungjawabnya, bagian terkait perdagangan manusia juga telah dialihkan ke penyelidikan kriminal.
Mengenai laporan soal tuduhan agensi perantara Indonesia yang memungut biaya tak selayaknya serta penahanan dokumen, Ditjen Perikanan Taiwan telah mengubah Undang-Undang pada 2022 yang mewajibkan pemilik kapal membayar langsung gaji awak kapal secara penuh dan pembayarannya tak bisa dilakukan melalui agensi perantara luar negeri (negara asal awak kapal).
Dalam kaitan itu Greenpeace mengadakan konferensi pers pada 12 Desember 2024, meminta Pemerintah Taiwan untuk sesegera mungkin mempublikasikan jadwal penerapan Undang-Undang Implementasi Konvensi Pekerjaan Penangkapan Ikan dan memulai penyelidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran dan tuntutan lainnya.
Dalam tanggapannya, Ditjen Perikanan Taiwan menyatakan, Perancangan Undang-Undang Implementasi Konvensi Penangkapan Ikan telah diumumkan pada 22 September tahun ini, dan mereka menerima pendapat dari semua lapisan masyarakat serta akan menindaklanjuti berdasarkan prosedur legalisasi hukum.
Terkait adanya dugaan kasus pelanggaran yang disebutkan pada konferensi pers tersebut, Ditjen Perikanan Taiwan akan secara aktif menyelidiki bukti-bukti spesifik serta akan menanganinya sesuai dengan hukum dan tidak membiarkan terjadinya kerugian terhadap hak-hak awak kapal.
Menyikapi laporan investigasi dalam konferensi pers tentang 12 kapal ikan yang diduga melakukan pelanggaran, Ditjen Perikanan Taiwan telah memulai prosedur investigasi setelah menerima informasi relevan dari Greenpeace pada 10 Desember ini.
Namun dikarenakan dugaan informasi tersebut tercatat dari tahun 2019, awak kapal yang dipekerjakan saat itu telah meninggalkan kapal dan pulang ke negaranya masing-masing.
Oleh karena itu, badan yang memberikan laporan dimaksud diminta untuk memberikan bukti spesifik atas kasus tersebut agar penyelidikan yang bermanfaat dan bermakna dapat dilakukan sesegera mungkin dan dapat secara efektif melindungi hak dan kepentingan awak kapal.
Sementara itu Komunitas Masyarakat Sipil meminta adanya Undang-Undang yang mewajibkan kapal ikan perairan laut lepas untuk memasang Wi-Fi dan melindungi hak penggunaannya secara wajar. Di sisi lain Ditjen Perikanan Taiwan menyadari pentingnya komunikasi awak kapal di tengah laut.
Disebutkan pula bahwa sejak 2022 telah diberikan subsidi untuk biaya peralatan Wi-Fi dan biaya komunikasi serta mendorong kapal ikan perairan laut lepas untuk mengizinkan awak kapal menggunakan Wi-Fi, dan bersama awak kapal serta kelompok industri mendiskusikan perumusan pedoman penggunaannya yang relevan.
Namun karena lingkungan internasional dan domestik saat ini masih belum memungkinkan, Ditjen Perikanan Taiwan akan meninjau strategi promosi yang tergantung pada evolusi teknologi komunikasi satelit dan situasi pasokan pasar domestik.
imbcnews/teto/diolah/