IMBCNEWS, Jakarta – Penyakit gula atau kencing manis (Diabetes Melitus – DM) selain prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun dan menjadi penyebab kematian ke-4 sejak 2019 juga makin banyak diiidap kawula mudah, bahkan juga anak-anak.
Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat, peningkatan prevalensi DM di Indonesia menunjukkan tren mengkhawatirkan. Dari 10,9 persen penduduk berusia di atas 15 tahun pada 2018 menjadi 11,7 persen pada 2023, sedangkan proyeksi jumlah penderita mencapai 28,6 juta orang pada 2045.
Orang mungkin masih menganggap sakit kencing manis atau DM hanya diderita oleh orang lanjut usia dan orang sering merasa aman jika tidak ada riwayat penyakit ini dalam keluarga.
Faktanya, peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia telah mencapai tingkat mencemaskan, mengancam generasi muda dan anak-anak, sementara pandangan yang menyepelekan penyakit ini telah membuat orang lengah, padahal bahaya sebenarnya sudah di depan mata.
Peningkatan ini dipicu pola makan buruk, kurangnya aktivitas fisik, peningkatan obesitas, serta rendahnya kesadaran dan pengobatan yang tidak teratur, menjadikan diabetes penyebab utama kematian keempat di negara ini pada 2019.
Terkait pola makan, mulai dari lingkungan sekolah dan hunian, pedagang asongan berlomba-lomba menawarkan ragam penganan yang diolah secara tidak sehat, tidak hiegienis, yang penting ada rasa gurih atau manis untuk memikat anak-anak, dan ditambah dengan kecanduan gadget, membuat anak-anak kurang beraktivitas. Lebih banyak menghabiskan waktu bermain gadget sambil ngemil, sehingga memicu obesitas.
Makin sulit ditangani
Persoalan penyakit diabetes semakin kompleks disebabkan meningkatnya kasus-kasus penyakit tersebut di kalangan anak-anak dan usia muda. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat, peningkatan prevalensi DM tipe 1 pada anak di bawah 18 tahun sebesar 70 kali lipat dari 2010 hingga 2023. Jumlah kasus mencapai 2 per 100.000 jiwa pada Januari 2023, naik dari 0,028 per 100.000 jiwa pada 2010.
Kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya mencatat jumlah kasus tertinggi, dengan prevalensi terbesar pada anak usia 10-14 tahun (46,23 persen), diikuti usia 5-9 tahun (31,05 persen), dan usia 0-4 tahun (19 persen).
Mayoritas penderita diabetes anak adalah perempuan (59,3 persen), dibandingkan laki-laki (40,7 persen), sedangkan faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus ini meliputi pola makan tidak sehat dengan konsumsi tinggi gula, karbohidrat, dan lemak trans, serta gaya hidup kurang aktivitas fisik.
Anak-anak yang sering mengonsumsi minuman berkadar gula tinggi dan makanan dengan indeks glikemik tinggi berisiko lebih besar terkena diabetes, sementara penggunaan gadget berlebihan mengurangi aktivitas fisik dan mempercepat munculnya penyakit degeneratif seperti diabetes.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, telah meluncurkan berbagai program nasional yang dirancang untuk mengendalikan peningkatan prevalensi Diabetes Melitus (DM) dan salah satu upaya utama adalah Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), yang menitikberatkan pada pencegahan dan pengelolaan DM serta penyakit tidak menular lainnya.
Program tersebut mencakup inisiatif seperti edukasi masyarakat, promosi gaya hidup sehat, dan penyediaan layanan kesehatan yang lebih baik untuk deteksi dini dan pengelolaan DM dan selain itu dilakukan kebijakan pendukung seperti Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang memastikan, penderita DM mendapatkan layanan kesehatan yang diperlukan melalui BPJS Kesehatan.
Kesadaran terhadap risiko DM di lingkup keluarga dan lingkungan permukiman juga perlu terus ditanamkan termasuk pengawasan terhadap penjaja makanan di sekitar lingkungan sekolah beserta kemungkinan sanksi hukumnya. imbc/Theo sumber diolah: Kompas.com)