Dr. Encep Saepudin, S.E., M.Si.*
IMBC News | Keluarga (family) merupakan satuan kelompok terkecil dalam masyarakat. Unsurnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. World Population Review mencatat rerata jumlah anggota per rumah tangga (household) 3,45 orang (2023). Indonesia rerata 4,64 orang (2020).
Umumnya terdiri satu ayah, satu ibu, dan lebih dari satu anak. Pada beberapa suku dan agama, terdapat satu ayah dan lebih dari satu ibu. Disebut poligami.
Yang setuju poligami, terserah. Terserah juga bagi yang menolaknya. Asal jangan jadi pebinor alias perebut bini (istri) orang. Juga jangan jadi pelakor alias perebut laki orang. Sekarang ini, laki-laki dan perempuan sama saja dalam hal nakalnya. Sama-sama gatel! Setuju, ngga?
Keluarga memiliki banyak fungsi, yaitu keagamaan, reproduksi, perlindungan, dan kasih sayang. Dan, masih banyak fungsi-fungsi lainnya. Di saat semua fungsi berjalan sesuai fungsinya akan menciptakan keluarga harmonis.
Keluarga yang harmonis akan memberikan kehangatan, kedamaian, dan kenyamanan bagi anggota keluarga itu sendiri dan orang lain. Keluarga harmonis, seringkali juga disebut keluarga Cemara, memancarkan dan menebarkan aura bahagia pada orang lain. Budi bahasanya sopan dan pekertinya santun.
Ayah, ibu, dan anak tiada jarak. Namun tetap memposisikan dirinya sesuai lakonnya. Namun perlahan mulai tampak pelemahan makna keluarga. Mulai muncul persoalan dan permasalahan yang membayangi perjalanan keluarga.
Di antaranya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perceraian, dan kisah lainnya. Kemunculannya itu bermula dari masalah ekonomi dan media sosial. Merembet pada selingkuh dan kekerasan. Sekarang mulai trend kekerasan dalam keluarga karena gagal bayar pinjol (pinjaman online) dan kalah judol (judi online).
Allah Swt menjamin setiap keluarga akan mendapatkan rezekinya. Jaminan tersebut tertuang dalam QS At Thaha: 132, yang berbunyi: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezeki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”.
Keluarga harmonis penuh kesabaran dan ketakwaan. Keluarga ini yang akan menopang negara untuk menjadi negara adil, makmur, dan sejahtera. Sebab keluarga adalah tiang negara. Ibaratnya keluarga adalah tiang, negara adalah bangunan. Keluarga kuat, maka negara pun pasti kuat.
Sebaliknya kalau keluarganya rapuh dan ringkih, maka begitu pula kondisi negaranya. Rapuh! Ringkih!
Rapuh berkaitan dengan konstitusi. Kumpulan peraturan justru menjadi permainan bola tendangan. Tendang ke sana. Sepak ke sini. Kerapuhan ini menyebabkan anggota keluarga kehilangan pegangan diri. Sebab hidupnya dipenuhi intimidasi.
Hal ini memengaruhi mental anggota keluarga lain sehingga menjadi ringkih. Sehebat apa pun gelar dan jabatannya tiada upaya mendobraknya karena sudah lemah pondasi keluarganya.
Bila mau lihat negara besar, lihatlah keluarganya. Keluarga rakyatnya. Keluarga pengusahanya. Keluarga pejabatnya.
Sekarang saatnya menata kembali makna keluarga harmonis. Keluarga Cemara. Keluarga yang membahagiakan semesta.
* Pemulung kata sekaligus dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto