IMBCNews, Jakarta | Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia (LEHI), pada Senin pekan lalu, melayangkan surat ditujukan kepada Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai. Inti surat yang disampaiakan menurut Ketua LEHI Prof Dr Laksanto Utomo SH M Hum., tujuannya audiensi dan konsultasi tentang hasil eksaminasi yang selama ini telah digodok para ahli atau pakar hukum dari berapa perguruan tinggi, khususnya dari anggota Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPHI).
Menurut Laksanto, APPHI juga pernah menggelar Panel Majelis Eksaminasi sekitar dua tahun silam. APPHI mendatangkan pakar hukum dan akademisi yang kompeten di bidangnya; Membahas masalah Putusan Hukum terhadap Perkara Barnabas Saebu yang di dalamnya terdapati unsur pemberatan tanpa didasari alasan rasional dan cenderung bersifat non hukum.
“Harapan kami, Pak Julius Pigai selaku Menteri HAM berkenan menerima kunjungan audiensi LEHI sekaligus kita akan berkonsultasi tentang hasil Panel Majelis Ekseminasi terhadap ‘korban’ vonis Majelis Hakim di Pengadilan yang didasari dengan alasan-alasan tidak rasional dan bersifat non hukum, seperti yang dialami Pak Barnabas Saebu,” terangnya.
Pada acara Panel Majelis Eksaminasi yang pernah digelar APPHI di Universitas Borobudur, Laksanto menyebut bahwa LEHI sebagai penggagas. Maka itu, LEHI berupaya terus memfasilitasi demi tegakknya keadilan hukum di tanah air; Termasuk melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak lain ketika penyelenggaraan Panel Majelis Ekseminasi demi untuk ditemukan dan diterapkannya nilai-nilai kebenaran hukum sekaligus mengenai keadilan hukum.
Ada pun salah satu Panel Majelis Eksaminasi yang pernah laksanakan di Universitas Borobudur Jakarta mengangkat tema: Bedah Hasil Eksaminasi Dr (HC) Barnabas Saebu SH, dan berlangsung pada Kamis 22 Juni 2023. Ketua Penyelenggara Panel Majelis ini adalah Prof. Dr. Faisal Santiago, SH, MM., menyatakan bahwa salah satu poin penting dari hasil eksaminasi atas putusan terhadap Barnabas Saebu, terdakwa tersebut divonis bersalah tanpa dibuktikan secara benar unsur kesalahannya.
Santiago juga menyoroti ada vonis dari Majelis Hakim yang dipandang janggal, termasuk mengenai penambahan hukuman kepada tervonis Barnabas Saebu dari 4,6 tahun menjadi 8 tahun, tanpa didasari alasan-alasan rasional serta terdapati juga kecenderungan penambahan hukuman yang lebih bersifat non hukum.
Di tempat dan pada acara sama, Ketua LEHI Laksanto mengemukakan bahwa sejatinya majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus Perkara Nomor: 67/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST dan Perkara Nomor 01/PID/TPK/20 16/PT DKI perlu diminta pertanggungjawabannya, karena dalam menjalankan tugasnya terkesan tidak profesional.
Laksanto menegaskan, Tim Panel dan Majelis Eksaminasi mempelajari kalau pada putusan tersebut terdapat kejanggalannya. “Seperti pada poin setelah mengingat, kemudian menimbang, menimbang dan begitu banyaknya menimbang, namun kemudian terkesan ada jumping ketika sampai pada meteri memutuskan,” tegasnya.
Ungkapan Laksanto tersebut, merupakan simpul yang senada dengan Keynote Speech Prof Dr Gayus Lumbuun, serta Tim Penelis dan Majelis Eksaminasi lainnya: Prof. Dr. Eddy Lisdiyono, SH, MH (Ketua Umum APPTHI), Prof, Dr. Faisal Santiago, SH, MM (selaku Direktur Pascasarjana Universitas Borobudur), Prof Dr Syamsudin (FH Universitas Islam Indonesia) juga Prof Dr Ade Saptomo (Guru Besar FH Universitas Pancasila).
Bahkan narasumber, Marzuki Darusman (Jaksa Agung 2009-2011) menyinggung Hasil Eksaminasi atas Putusan Perkara Nomor 01/Pid/Tpk/2016/Pt.Dki Juncto Putusan Perkara Nomor 67/Pid Sus/TPK/2015/PN.JKT PST dapat juga menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukannya rehabilitasi nama baik bagi Barnabas Saebu.
“Jika memang benar ditemukan soal adanya unsur penyimpangan dari mulai jalannya persidangan hingga bukti-bukti hukumnya, tentu saja masyarakat Indonesia berharap agar pemerintah punya empati untuk mengembalikan nama baik seseorang,” sebut Marzuki.
Kegiatan serupa telah dilakukan juga oleh LEHI beberapa kali di berbagai tempat. Semua yang dilakukan tersebut, kata Laksanto, sebagai upaya tindaklanjut terkait masalah kekeliruan dan kekhilafan Majelis Hakim ketika memvonis terdakwa; Dan Barnabas Saebu, hanya salah satu dari adanya kekeliruan dan kekhilafan dimaksud.
Terakhir, LEHI bermaksud memulihkan nama baik person yang telah menerima Putusan Majelis Hakim di Pengadilan, namun pada unsur vonisnya tidak sesuai dengan aspek-aspek keadilan; Antara lain seperti yang dialami oleh Barnabas Saebu.
LEHI pada gilirannya berkirim surat permohonan audiensi dan konsultasi kepada Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai. Agenda LEHI, selain hendak menyampaikan hasil eksaminasi yang selama ini telah digodog oleh ahli-ahli atau pakar hukum dari berbagai perguruan tinggi, namun juga bermaksud menyampaikan buku berjudul: Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Saebu.
Sedangkan Barnabas Saebu rencananya dibawa serta menghadap Menteri HAM, membersamai Pengurus LEHI: Prof Dr Laksanto Utomo (Ketua), Prof Dr Faisal Santiago SH MM (Sekjen), Dr Lenny Nadriana SH MH (Bendahara) dan Hermansyah SH M Hum MM (Direktur). | *asyaro g kahean