IMBCNEWS, Jakarta – Upaya penangkapan terhadap Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol masih belum bisa dilakukan, sebaliknya Yoon menganggapnya sebagai tindakan ilegal dan di hadapan pendukungnya, bersumpah akan melawannya sampai akhir.
Yoon yang dimakzulkan oleh parlemen Korsel menghadapi ancaman penangkapan setelah pengadilan menyetujui surat perintah atas dugaan pemberontakan terkait penerapan darurat militer singkat pada 3 Desember 2024.
“Saya menyaksikan kerja keras kalian, untuk itu saya bertekad melindungi negara ini bersama Anda,” tulis Yoon dalam surat yang dibagikan oleh penasihat hukumnya, Seok Dong-hyeon.
Menurut laporan Reuters, surat itu memicu reaksi keras dari oposisi, Partai Demokrat, yang sebelumnya memimpin pemakzulan Yoon di parlemen dan menyebut tindakan Yoon sebagai upaya memicu konflik di tengah warga.
“Setelah upaya pemberontakan, ia kini menggerakkan pendukungnya untuk melakukan bentrokan scara ekstrim, ” ujar Jubir Partai Demokrat Jo Seoung-lae.
Surat perintah penangkapan, jika jadi dilaksanakan, menjadikan Yoon presiden petahana pertama Korsel yang menghadapi ancaman penahanan.
Kantor Penyelidikan Korupsi Pejabat Tinggi (CIO) memiliki waktu hingga 6 Januari untuk melaksanakan surat perintah ini, namun upaya tersebut menghadapi hambatan, termasuk dari dinas keamanan presiden yang memblokir penggeledahan kantor dan kediaman resmi Yoon.
Sementara itu, persidangan Yoon atas pemakzulan masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi dan sidang berikutnya dijadwalkan digelar pada Jumat ini (3/1).
Jika pengadilan menguatkan pemakzulan, Yoon akan dicopot dari jabatannya, dan pemilu presiden baru harus digelar dalam waktu 60 hari.
Ilegal
Yoon Kab-keun, pengacara Yoon Suk Yeol, menyebut surat perintah penangkapan terebut ilegal dan mengeklaim, CIO tidak memiliki kewenangan untuk mengajukannya berdasarkan hukum Korea Selatan.
Tuduhan terhadap Yoon terkait penerapan darurat militer yang diduga diusulkan oleh seorang mantan menhan yang menghadapi dakwaan pemberontakan dan sejumlah pejabat militer lainnya juga telah didakwa atas keterlibatan mereka.
Situasi ini menempatkan Korsel dalam krisis politik mendalam, di mana para pendukung Yoon dan oposisi terus bersitegang di tengah ketidakpastian masa depan negara.
Penyidik Korsel sendiri telah membatalkan upaya mereka untuk menangkap Presiden Yoon yang dimakzulkan di kediamannya, Jumat (3/1) dengan alasan terkait masalah keselamatannya.
Surat perintah penangkapan atas diri Yoon yang diterbitkan Pengadilan Korsel membawanya kembali ke masa-masa gelap pemerintahan militer, menghadapi hukuman penjara atau, yang terburuk. Ia bisa dikenakan hukuman mati.
“Mengenai pelaksanaan surat perintah penangkapan hari ini, ditetapkan bahwa pelaksanaannya secara efektif tidak mungkin dilakukan karena kebuntuan yang sedang berlangsung,” ungkap pejabat CIO yang menyelidiki Yoon atas keputusan darurat militernya.
Ganggu stabilitas ekonomi dan politik
Penyelesaian kasus Yoon jika terus berlarut-larut bakal menganggu perekonomian Korsel, juga mengancam stabilitas negara itu menghadapi negara serumpun, Korea Utara yang masih dalam status perang sejak Perang Korea Juni 1950 – Juli 1953.
Tenggat waktu surat perintah itu adalah Senin, sehingga surat perintah itu tidak jelas karena hanya tinggal beberapa hari lagi dan Yoon bersikap menantang, bersumpah awal minggu ini untuk “melawan” pihak berwenang yang berusaha menginterogasinya.
Para penyelidik CIO termasuk jaksa senior Lee Dae-hwan sebelumnya dibiarkan melewati barikade keamanan yang ketat untuk memasuki kediaman presiden guna mencoba melaksanakan surat perintah penangkapan Yoon.
“Namun, para prajurit di bawah Dinas Keamanan Presiden pada satu titik terlibat dalam konfrontasi dengan CIO di kediaman presiden,” kata seorang pejabat di Kepala Staf Gabungan Seoul kepada AFP.
Sebelum pelaksanaan surat perintah yang disetujui pengadilan dibatalkan, petugas keamanan Yoon mengatakan, mereka telah bernegosiasi dengan para penyelidik CIO yang berusaha mengakses presiden.
Dinas keamanan Yoon yang masih melindungi Yoon sebagai kepala negara yang sedang menjabat sebelumnya telah memblokir upaya penggerebekan polisi di kantor presiden. Imbcnews/theo/sumber diolah:AP/Reuters