IMBCNews, Jakarta | Guna penyelesaian kasus di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepada pemerintah agar melakukan pendekatan dengan metode yang lebih humanis.
“Jangan memakai aparat untuk pendekatan, tapi lakukan pendekatan dengan pemberdayaan dan pendidikan yang lebih humanis kepada masyarakat,” kata Ketua Tim Kasus Pulau Rempang MUI Muhammad Cholil Nafis dalam diskusi Penyelesaian Kasus Pulau Rempang yang diikuti di Jakarta, kemarin.
Ia menilai pendekatan yang dilakukan dengan menghadirkan aparat penegak hukum di Rempang dapat menyebabkan masyarakat merasa menghadapi intimidasi.
Hal itu, katanya, dapat menyebabkan masyarakat Pulau Rempang menerima keputusan pemerintah untuk direlokasi dengan berat hati dan merasa tidak suka.
Ia menyarankan pemerintah lebih memikirkan soal tempat tinggal masyarakat dengan mempertimbangkan perpindahan tempat tinggal atau perpindahan lokasi investasi.
“Karena bicara soal tempat tinggal kan bukan hanya tempat tinggal saja, tapi juga mata pencaharian dan pelestarian budaya yang sudah turun-temurun itu,” ujar Cholil Nafis yang juga Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah itu.
Sementara Ketua Ombudsman Muhammad Najih menilai pembangunan Rempang Eco Park di Pulau Rempang terkesan terburu-buru.
“Terkesan pembangunan proyek di Rempang ini terburu-buru. Baru bulan April 2023 penetapan, lalu Juli surat dari Otorita Batam, Juli surat dari Gubernur, lalu Sepember pengukuran tanah, sehingga masyarakat menolak. Seolah-olah masyarakat menolak,” ujar Najih.
Seperti diketahui, ribuan warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau terancam harus meninggalkan tempat tinggalnya karena akan ada pembangunan PSN Eco-city.
Proyek itu akan menggunakan lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luasan Pulau Rempang 16.500 hektare untuk proyek tersebut.
Ribuan warga setempat tak terima harus angkat kaki dari tanah yang sudah ditinggali jauh sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Mereka gigih mempertahankan tempat tinggalnya, meski aparat TNI-Polri dikerahkan agar warga Rempang setuju direlokasi.
Bentrok tak terelakan. Pada 7 dan 11 September, bentrokan sempat pecah. Polisi menyemprotkan gas air mata hingga anak-anak dilarikan ke rumah sakit. (Kadar Santoso)