IMBCNEWS, Jakarta – Mahkamah onstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold sehingga membuka peluang bagi setiap parpol untuk mengajukan calon presiden dan calon wakil presidennya sendiri, tidak harus bergabung atau berkoalisi dengan parpol lainnya.
“MK mengabulkan seluruh permohonan para pemohon,” ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan amar putusan dalam sidang perkara No 62/PUU/XXII/2024 yang digelar di ruang sidang MK di Jakarta, Kamis (2/1). Permohonan tersebut disetujui oleh tujuh hakim MA, sementara dua lainnya yakni Anwar Usman dan Daniel Pancastaki menyampaikan pandangan berbeda (dissenting opinion).
Selanjutnya Suhartoyo menyatakan, norma Pasal 22 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Salah satu alasannya, ambang batas pencalonan presiden dinilai membatasi pilihan rakyat untuk memilih calon pemimpin. Sebab, dengan presidential threshold, tidak semua warga negara bisa mencalonkan diri.
“Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden,” kata Saldi. Selain itu, MK berpandangan, presidential threshold berpotensi melahirkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Padahal, pemilu yang hanya diikuti dua pasangan calon bisa membelah masyarakat, menciptakan polarisasi, dan mengancam kebinekaan Indonesia.
“MK mengabulkan seluruh permohonan para pemohon,” ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan dalam sidang perkara No 62/PUU/XXII/2024 yang digelar di ruang sidang MK di Jakarta, Kamis (2/1).
Selanjutnya Suhartoyo menyatakan, norma Pasal 22 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Adapun pasal yang dinyatakan bertentangan tersebut berkaitan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik.
Bunyi asal 22 UU Nomor 7 Tahun 2017 sebagai berikut: “Paslon yang diusulkan oleh Parpol atau atau Gabungan Parpol Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen) dari jumlah kursi DPR atau 25 persen suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.”
Penjabat Ketum Partai Bulan Bintang, partai non parlemen saat ini, Fahri Bachmid menyambut baik keputusan MK menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presidn dan wakilnya tersebut.
“Salut pada MK dan ini kemenangan semua pihak dan merupakan langkah positif penegakan demokrasi, dan hal ini sudah kami perjuangkan sejak Pilpres 2019, “ ujar Pj Ketum PBB tersebut.
Sementara pengamat politik Adi Prayitno menilai, tentu saja penghausan elektoral treshold yang dilakukan MK suatu kemajuan, namun bukan berarti setiap parpol nantinya akan mengajukan capres dan cawapres dari kalangan internalnya.
“Kuncinya, apakah parpol berani mengajukan calon internalnya, karena sering mereka lebih memilih bergabung dengan parol besar yang pasti menang, “ ujarnya.
Mahalnya mahar dan biaya pemilu, oligarki yang masih melekat di tubuh sebagian parpol serta maraknya money politics merupakan segudang “PR” yang juga harus dikerjakan agar muncul kader-kader terbaik yang akan memimpin bangsa ini. imbcnews/theo- sumber diolah