IMBCNEWS, Jakarta – SEPERTI terjadi pada banyak kasus-kasus Operasi Tangkap Tangan (0TT) atau penetapan tersangka koruptor, terduga pelaku biasanya berdalih ia jadi korban politisasi atau kriminalisasi.
Ketua DPP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional PDI-P, Rony Talapessy juga beralasan, kasus Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mulai diangkat karena ia bersuara kritis terkait kontroversi keputusan MK (tentang batas usia minimum capres dan cawapres) pada akhir 2023 sampai akhirnya ia dtetapkan sebagai tersangka pada 23 Des. 2024.
“Sempat terhenti, muncul lagi pasca Pemilu 2024, hilang, lalu muncul lagi. Kami menduga memang kasus ini lebih terlihat seperti teror terhadap Hasto, ” kata Rony seraya menambahkan, keseluruhan prosesnya sangat kental aroma politisasi hukum dan kriminalisasi dalam konferensi pers di Kantor DPP PDI-P di Jakarta, Selasa malam (23/12).
Rony dalam acara terebut juga mengungkap beberapa indikasi yang memperkuat adanya politisasi hukum di balik penetapan tersangka.
Pertama, adanya upaya pembentukan opini publik yang terus menerus mengangkat isu Harun Masiku, melalui aksi-aksi demo di KPK maupun narasi sistematis di medisos yang patut dicurigai dimobilisasi oleh pihak-pihak tertentu.
Kedua, adanya upaya pembunuhan karakter terhadap Sekjen DPP PDI-P melalui framing dan narasi yang menyerang pribadi termasuk pembocoran Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang bersifat rahasia kepada media massa atau publik sebelum surat tersebut diterima yang bersangkutan,”ujarnya.
“Ini adalah upaya cipta kondisi untuk mendapatkan simpati publik. Semua dapat dilihat dan dinilai oleh publik,” tutup Rony Talapessy.
Peran vital
Sebaliknya Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan Hasto memiliki peran vital dalam penyuapan hingga membantu pelarian Harun Masiku, kader PDI-P yang juga menjadi tersangka kasus ini dan kini masih buron.
Berdasarkan penyidikan KPK, menurut Setyo, Hasto berperan mulai dari menyediakan uang suap. KPK menemukan sumber uang suap tersebut dari Hasto. “
KPK menetapkan Sekjen PDIP Hasto sebagai tersangka kasus suap terhadap komisoner KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Berdasarkan penyidikan KPK, menurut Setyo, Hasto berperan mulai dari menyediakan uang suap. KPK menemukan sumber uang suap tersebut dari Hasto. “
“Uang suap sebagian dari HK. Itu dari hasil yang sudah kami dapatkan saat ini,” kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (24/12).
Setyo mengatakan, sejak awal Hasto memang ngotot untuk menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR dari Dapil I Sumsel, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Padahal, seharusnya posisi Nazarudin saat itu digantikan oleh Riezky Aprilia yang mendapat suara kedua terbanyak dalam Pemilu 2019.
Hasto, kata Setyo, mengajukan judicial review ke MA Agung soal penetapan anggota pergantian antar waktu (PAW) agar Harun yang menggantikan Nazarudin Kiemas.
Setyo juga menyatakan Hasto mengupayakan agar Riezky mau mengundurkan diri agar Harun Masiku yang menggantikan Nazarudin.
Bahkan, menurut Setyo, Hasto sempat menahan surat undangan pelantikan Riezky sebagai anggota DPR dan memintanya mundur setelah pelantikan.
“HK juga pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura dan meminta mundur, namun ditolak oleh Riezky,” kata Setyo.
Karena upayanya menekan Riezky gagal, lanjut Setyo, Hasto mendekati Wahyu Setiawan yang notabene juga kader PDIP agar bisa memuluskan jalan Harun menjadi anggota DPR.
“Pada 31 Agustus 2019, HK menemui Wahyu Setiawan untuk memenuhi dua calon yang diajukan oleh DPP PDI-P yaitu Maria Lestari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku Dapil 1 Sumsel jadi anggota DPR,” kata Setyo.
Hasto, menurut Setyo, juga sempat mengutus kader PDI-P lainnya, Donny Tri Istiqomah, untuk melobi Wahyu Setiawan agar KPU menetapkan Harun sebagai pengganti Nazarudin.
Donny yang juga ditetapkan sebagai tersangka sempat menyerahkan uang suap kepada Wahyu atas perintah Hasto melalui eks anggota Bawalu Agustina Tio Fridelina.
Ketika KPK hendak melakukan operasi tangkap tangan, kata Setyo, Hasto memerintahkan Harun Masiku melarikan diri.
“Pada 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, Hasto memerintahkan Nurhasan menelpon Harun Masiku untuk menceplungkan HP-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.
Dijerat dua perkara
Setyo mengatakan KPK menjerat Hasto Kristiyanto dengan dua perkara yakni perkara suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Untuk perkara suap, KPK menjerat Hasto dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara kasus perintangan penyidikan Hasto dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK telah menetapkan Sekjen PDI-P tersebut sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan obstruction of justice (menghalangi proses hukum) terkait perkara Harun Masiku.
Harun Masiku adalah mantan calon anggota legislatif PDI-P yang menjadi buronan KPK sejak 2020 yang diduga menyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan pada Pemilu) 2019, dan Hasto disebut terlibat dalam kasus tersebut.
Sudah diusulkan sejak 2020
Sementara itu mantan Penyidik KPK Novel Baswedan menyebutkan, Hasto Kristiyanto sebenarnya sudah diusulkan menjadi tersangka sejak 2020.
Usulan tersebut sudah berdasarkan bukti-bukti yang cukup, namun saat itu pimpinan KPK belum menyetujui dan meminta Harun Masiku ditangkap terlebih dahulu. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penanganan kasus dugaan suap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan menjadi berlarut-larut.
Kasus ini, menurut Novel, sudah ditangani sejak 2019, namun Hasto baru ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Desember 2024. Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan, kasus ini kembali muncul karena telah ada kecukupan alat bukti yang dikumpulkan.
KPK melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan melakukan penyitaan barang-barang yang dapat memberikan petunjuk untuk mengungkap kasus tersebut. Dari situ KPK mengumpulkan banyak bukti dan petunjuk yang menguatkan keyakinan penyidik untuk mengambil keputusan melalui proses yang berlaku di Kedeputian Penindakan.
Surat perintah penyidikan untuk penetapan tersangka Hasto diterbitkan dengan nomor Sprin.Dik/153/ DIK.00/ 01/12/2024 pada 23 Desember 2024.
Setiap tersangka korupsi bisa mengajukan praperadilan, dan jika ditolak, dalam persidangan ia dapat membersihkan namanya jika semua yang didakwakan padanya memang tidak terbukti.
Jadi, hari gini, baik tersangka, parpol yang menaungi tersangka dan tim pengacara selayaknya tidak menggunakan frasa klise “politisasi” dan “kriminalisasi” lagi. Sudah basi kalik! (imbcnews/Theo- diolah)