IMBCNEWS, Jakarta – Penyiraman air keras menjadi modus operandi yang membuat ruang-ruang publik di negeri ini terasa tidak aman selain aksi-aksi teror lainnya seperti tawuran, begal, klitih dan bentuk-bentuk aksi kejahatan lainnya yang juga marak terjadi di sejumlah lokasi.
Dalam waktu tiga bulan terakhir ini, menurut laporan BBC Indonesia, paling tidak telah terjadi enam kali kasus penyiraman dengan air keras di sejumlah lokasi dengan berbagai motif, namun upaya pencegahan dan penanganannya dengan serius agaknya belum tampak.
Kasus teranyar seperti dilaporkan BBC Indonesia adalah mahasiswi NH di Yogyakarta, menjadi korban penyiraman air keras oleh pelaku, diduga suruhan mantan pacarnya yang sakit hati karena niatnya rujuk ditolak.
Natasya Hutagalung terkena siraman air keras di wajah dan tangannya pada malam Natal (24/12) oleh terduga pelaku bernama Salim, suruhan Billy, terduga dalangnya yang pernah menjalin hubungan asmara dengan korban antara tahun 2021 sampai Agustus 2024. Polisi menyebut pelaku melakukan aksi keji itu karena sakit hati keinginannya untuk rujuk ditolak oleh korban.
Seorang ibu di Sukabumi yang dua anaknya dan satu cucunya disiram air keras oleh ayah tirinya (Gagan, 59) pada 29 Des. mengungkapkan, diperlukan biaya Rp 100 juta untuk memulihkan wajah korban sehingga ia minta para pelaku selain dipidana lebih berat, juga dikenakan tambahan denda atau ganti rugi.
“Dampak kerusakan akibat serangan air keras, mengakibatkan anak saya cacat dan menderita seumur hidup, “ ungkapnya.
Sementara kriminolog UI Adrianus Meliala mengatakan, penggunaan air keras dalam aksi kriminal sudah terjadi sejak lama di Indonesia dan termasuk dalam kejahatan copycat, yaitu kejahatan yang terinspirasi atau meniru kejahatan serupa di masa lalu. “Kasus-kasus seperti ini biasanya menimpa korban individu yang dilatari oleh dendam atau sakit hati, ” ujarnya.
Sedangkan VU (38 tahun)di Bekasi, Jawa Barat, mengaku tak tahu akan seperti apa masa depannya pasca insiden mengerikan yang menimpanya, Sabtu, 30 November tahun lalu.
Singkat cerita, saat itu pukul 07.00 pagi, VU berangkat ke kantor mengendarai sepeda motor, ketika baru berjarak 200 meter dikagetkan oleh aksi pria bersepeda motor mengenakan atribut ojek online, tiba-tiba menyiramkan cairan yang membuatnya mengalami luka bakar hingga 60% yang menyasar wajah sebelah kanan, leher, dada, tangan, dan paha.
VU masih sempat mengejar pelaku namun kehilangan jejak sehingga kembali ke rumah dalam keadaan sebagian wajah dan badan melepuh sehingga segera dilarikan keliuarga k RS terdekat. Menurut kakak korban, Tia, sehari sebelum insiden penyiraman air keras, seorang pria bersepeda motor dan mengenakan atribut ojek online—diduga pelaku—sudah memantau rumahnya, berdasarkan rekaman CCTV rumah mereka.
“Orang itu muterin rumah dari jam 05.30 pagi,” ucap T yang mengaku masih trauma dan ketakutan karena sebelumnya sejak akhir Juli sampai Oktober, keluarga ini mengalami setidaknya lima kali teror.
Namun Tia juga mengeluhkan penyelidikan oleh polisi yang dinilainya sngat lamban, belum ada kemajuan ejak dilaporkan pada 30 November lalu, padahal ia getol menanyakan kelanjutkan penyelidikan polisi terhadap kasus sang kakak.
Para keluarga korban meminta siapa pun yang terlibat penyiraman air keras dihukum seberat-beratnya dan mendesak adanya ganti rugi.
Kemudian pada September 2024, viral di media sosial kasus penyiraman air keras yang menimpa Agus Salim saat ia hendak pulang dengan mengendarai sepeda motor di seputar Jalan Nusa Indah, Cengkareng, Jakarta Barat.
Hasil pemeriksaan polisi mengungkap pelakunya adalah rekan kerja Agus di sebuah kafe.
Motifnya karena sakit hati dengan korban lantaran disebut kerap dimarahi saat bekerja. Akibat aksi itu, Agus menderita luka bakar hingga 90 persen.
Sementara MC, remaja kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Lembata, Nusa Tenggara Timur, disiram air keras oleh Charles Arif yang berusia 45 tahun pada akhir Oktober 2024.
Tindakan itu dilakukan saat korban berangkat sekolah dan dari keterangan polisi, pelaku menganiaya korban karena sakit hati, korban cuek dan mengabaikan perasaannya. MC mengalami luka parah di bagian mata, kedua pelipis, dan bibir.
Lalu pada awal Desember 2024, kasus penyiraman air keras kembali terjadi. Kali ini menimpa FR, perempuan berusia 20 tahun di daerah Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi.
Menurut keluarga dan penyelidikan polisi, pelakunya bukan orang asing melainkan teman dari suami korban berinisial J. Pelaku, kata polisi, sakit hati lantaran mengetahui korban dan mantan suaminya akan kembali rujuk.
Akibat air keras itu, Farah mengalami luka bakar hampir 60% pada bagian leher, punggung, paha hingga payudaranya, sementara di Lhokseumawe, Aceh, seorang pria berinisial DM, berusia 49 tahun, ditangkap polisi atas tuduhan menyiram air keras terhadap dua anak tirinya yang berusia 13 dan 16 tahun.
Peristiwa itu menyebabkan satu korban meninggal, sementara korban lain mengalami luka berat. Dari pemeriksaan polisi, pelaku menyasar kedua korban lantaran merasa sakit hati dan cemburu terhadap istrinya.
Di Lhok Seumawe, Aceh DM (59) menjad tersangka atas pnyiraman air keras terhadap dua anak perempuannya, satu meninggal, satu luka berat (17 Okt. ’24), gegara cemburu dengan isterinya.
Susunan kimia
Air keras mengandung zat kimia serupa hydrochloric terdiri dari beberapa jenis, antara lain asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCL), asam fosfat (H3PO4), dan asam nitrat (HNO3).
Asam sulfat digunakan untuk membuat pupuk buatan, aki, baterai, deterjen, dan bahan peledak, asam klorida untuk membersihkan permukaan logam sebelum disoldir, pembersih porselen, dan pembuatan plastik.
Asam fosfat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk, garam, dan komponen produk pembersih rumah. Asam nitrat dipakai sebagai pereaksi di laboratorium, penguji logam mulia, dan bahan baku pembuatan bahan peledak.
Mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 75 Tahun 2014, empat jenis zat kimia itu termasuk dalam bahan berbahaya atau disebut B2.
Penjualan dan peredarannya dibatasi oleh pemerintah dan kebijakan itu menyebut produsen bahan berbahaya diharuskan memiliki izin usaha industri dari pihak berwenang.
Sementara Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2) yang ditunjuk oleh Importir Produsen (IP-B2) dan Importir Terdaftar (IT-B2) harus mendapatkan izin dari Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kemendag untuk menyalurkan bahan berbahaya kepada Pengecer Terdaftar (PT-B2) atau Pengguna Akhir (PA-B2).
Pengecer Terdaftar juga harus mendapatkan izin usaha perdagangan khusus bahan berbahaya dari gubernur dalam hal ini kepala dinas provinsi untuk menjual bahan berbahaya kepada PA-B2.
Tindakan kepolisian dan industri untuk mengawasi lebih ketat peredaran air keras perlu dilakukan guna mencegah jatuhnya korban korban penyiraman air keras berikutnya. (imbcnews/Theo sumber diolah)