IMBCNEWS – Jakarta – Perang di Ukraina yang berkecamuk sejak invasi negara tetangganya, Rusia sesama sempalan Uni Soviet pada 24 Februari 2022 sampai hari ini masih berlangsung bahkan menyeret sejumlah negara lainnya.
Rakyat Ukraina tentu sedang menanti kabar baik terwujudnya perdamaian di negerinya yang porak poranda akibat hantaman misile dan artileri serta bombardemen pesawat-pesawat tempur dan kapal perang Rusia yang tak hanya menyasar target-target militer tetapi juga sarana dan prasaraa umum seperti apartemen hunian, bangunan sekolah dan korbannya sebagian rakyat tak berdosa.
Angin segar bertiup, Presiden Rusia Vladimir Putin (10/1) seperti diberitakan AFP mengatakan bahwa pihaknya siap berunding dengan Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump yang akan dilantik 20 Januari mendatang.
“Presiden telah berulang kali menyatakan keterbukaannya untuk berhubungan dengan para pemimpin internasional, termasuk presiden AS, Donald Trump,” kata juru bicara Putin, Dmitry Peskov, kepada wartawan.
Sebaliknya, terkait Ukraina Trump juga telah berulang kali mengatakan, ia dapat mengakhiri konflik yang telah berlangsung hampir tiga tahun antara Rusia dan Ukraina, walau pun ia tidak menyampaikan rencana yang konkret bagaimana cara untuk mengakhiri perang tersebut.
Ia mengatakan, pertemuan dengan Putin sedang diatur. “Ia ingin bertemu, dan kami sedang mempersiapkannya,” kata Trump pada pertemuan dengan para gubernur dari Partai Republik di resor Mar-a-Lago miliknya di Palm Beach, Florida.
“Presiden Putin ingin bertemu, ia telah mengatakannya bahkan di depan umum, dan kita harus segera mengakhiri perang itu,” terang Trump.
Kremlin, ujar Peskov, menyambut baik kesiapan Trump untuk memecahkan masalah melalui dialog, seraya menambahkan Moskwa tidak memiliki prasyarat untuk menggelar pertemuan tersebut.
“Tidak ada syarat yang diperlukan. Yang diperlukan adalah niat bersama dan kemauan politik untuk memecahkan masalah melalui dialog,” tuturnya kepada wartawan.
Namun di pihak lain, niat Trump mengakhiri konflik juga memicu kekhawatiran di Kyiv bahwa Ukraina akan dipaksa menerima kesepakatan damai dengan persyaratan yang menguntungkan Moskwa.
Washington telah mengirimkan bantuan puluhan miliar dolar ke Ukraina sejak Rusia melancarkan serangan militer skala penuh pada Februari 2022.
Mulai membuka dialog di meja perudingan agaknya memang tindakan realistis bagi kedua belah pihak, mengingat besarnya korban yang jatuh serta porak porandanya sarana dan pasarana publik di Ukraina, sementara konflik tidak menghasilkan apa-apa selain kehancuran.
Ditaksir ratusan ribu personil ke dua belah pihak tewas atau mengalami luka-luka, walau tidak diketahui persis karena maisng-masig mengecilkan jumlah kerugian di pihaknya, dan membesarkan korban di pihak lawan.
Sjumlah parsarana dan sarana publik di Ukraina, seperti apartemen hunian, pembangkit tenaga listrik dan lainnya di sejumlah daerah luluh lantak, ratusan ribu orang kehilangan tempat berteduh dan jutaan mengungsi ke negara-negara sekitar.
Di medan tempur, mesin parang raksasa Rusia ternyata tidak berhasil menaklukkan Ukraina dengan cepat, bahkan Ukraina berhasil mencuri-curi kemenangan dan melakukan serangan balik atau offensif ke wilayah Rusia, misalnya ke Kursk sejak Agustus lalu.
Ukraina mampu bertahan berkat aliran persenjataan Barat terutama AS bernilai puluhan miliar dollar AS dan kekuatan NATO lainnya, ementara Rusia keteteran, menggunakan drone-drone Iran dan juga menggunakan belasan ribu pasukan Korea Utara.
Jika perang terus berlajut, tentu sangat membebani perekonomian terutama bagi Rusia, sementara Ukraina akan terus bergantung dukungan ekonomi dan militer dari Barat, sementara perang juga berimbas bagi perekonomian dunia. (imbcnews/Theo/sumber diolah: AFP)