Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid akhirnya membatalkan sertifikat tanah di kawasan laut yang dipagari (dikapling) di Kab. Tangerang, Banten.
Kasus pemagaran atau pengaplingan laut menjadi viral di media, karena pihak pemerintah, baik pusat mau pun daerah dianggap lamban bereaksi, padahal nama-nama pemiliknya tertera di 234 sertifikat HGB PT Intan Agung Makmur (IAM), 20 sertifikat milik PT Cahaya Inti Sentosa, 17 pemilik perorangan serta 20 Sertifikat Hak Milik (SHM).
Dari hasil penelusuran Kementerian ATR/BPN, sertifikat tersebut terkait kepemilikian lahan di luar garis pantai yang cacat prosedur dan material karena perairan harus bebas dari kepemilikan korporasi atau perorangan.
” Setelah kami teliti dan cocokkan dengan data spasial, peta garis pantai dan dokumen lainnya, ditemukan sejumlah sertifikat diterbitkan untuk lahan di luar garis pantai,” kata Nusron usai meninjau pencabutan pagar laut di Tg Pasir, Tangerang, (22/01).
Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021, pencabutan sertifikat hak atas tanah dapat dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN tanpa perintah pengadilan jika terjadi cacat administrasi dan belum mencapai usia lima tahun sejak diterbitkan.
“Karena sebagian besar sertifikat terbit pada 2022–2023, maka kecukupan syarat untuk pembatalan sudah terpenuhi,” lanjutnya.
Nusron menegaskan, tidak boleh ada area laut yang dijadikan privat properti sehingga tidak bisa disertifikasi, dan jika ada sertifikat kepemilikan lahan di luar garis pantai berarti cacat prosedur dan cacat material.
“Karena letak lahan berada di luar garis pantai, SHGB dan SHM secara otomatis dicabut dan dibatalkan status hak atas tanahnya.
Dimintai pertanggunganjawab
Kementerian ATR/BPN juga melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap petugas juru ukur dan petugas di Kantor Pertanahan (Kantah) Tangerang yang menandatangani atau mengesahkan sertifikat tanah tersebut sebagai langkah penegakan hukumnya.
“Hari ini kita sudah panggil para petugas yag diduga terlibat oleh aparatur pengawas internal pemerintah terkait pemeriksaan kode etik,” tegas Nusron.
Yang terlibat penerbitan SHGB dan SHM di Laut Tangerang, yakni: Juru Ukur Kantor Pertanahan (Kantah) Tangerang Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) Kepala Seksi Pengukuran dan Survei Kantah Tangerang Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kantah Tangerang dan Kepala Kantah Tangerang.
Nusron meminta maaf dengan adanya permasalahan ini dan berkomitmen menyelesaikannya secara tuntas serta terang benderang.
“Kami akan menuntaskan masalah ini seterang-terangnya, setransparan-transparannya, tidak ada yang kami tutupi. Karena memang fungsi dari aplikasi BHUMI adalah transparansi, siapapun bisa mengakses, dan ini bukti kalau kita siap dikritik, dan dikoreksi oleh siapapun, “ tutupnya.
Berbagai pihak menyayangkan lambannya aksi pemerintah, padahal menurut Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto, pihaknya sudah mengetahui pemagaran tersebut sejak petengahan 2024, namun tidak ditindaklanjuti karena menurut nelayan pemagaran itu untuk budidaya kerang hijau.
“Masak, KKP menerima begitu saja alasan tersebut, “ kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasannudin, Hamid Awaludin seraya menyebutkan, apalagi saat itu pemagaran di perariran laut tersebut sudah dilakukan sepanjang tujuh Km .
Sanksi pidana
Mantan Menkum HAM dan Dubes RI di Rusia itu meminta agar pihak yang terlibat pemagaran laut tidak hanya dikenakan sanksi administratif, tetapi juga dikenakan sanksi hukum.
Hamid berharap, baik pengusaha mau pun para pihak yang memberikan perizinan atau memfasilitasinya mulai dari kelurahan, kecamatan, kabupaten, gubernur, pejabat BPN kota dan pusat serta dan instansi berwenang lainnya harus dikejar.
Ia meyakini, sudah terjadi kongkalingkong secara terstruktur, masif dan sistematis antara oknum pejabat dan konglomerat sehingga semuanya harus dibongkar sampai ke akar-akarnya sampai tuntas.
“Ini bukan kisah pagar makan tanaman lagi, tetapi pagar melahap kekayaan negara, “ ujar Hamid dengan nada geram.
Sementara Sekjen Koalisi untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan, pagar laut sepanjang 30,16 km tersbut jelas-jlas dibuat untuk proyek reklamasi bermotif bisnis.
Dengan pola yang dilakukan, kata Susan, tidak mungkin pagar laut yang terpasang itu untuk budidaya kerang,melainkan penimbunan pantai untuk mega proyek, apalagai panjangnya sampai 30 km lebih.
Kejanggalan yang terkuak sudah terang benderang, kong-kalingkong atau kolaborasi antara pejabat yang berwenang menerbitkan perizinan dan pebisnis serakah jangan-jangan terjadi di semua sektor pembangunan.
Tugas berat Presiden Prabowo, jika ingin serius membasmi segenap parasit atau benalu penghisap kekayaan negara yang sudah mengakar di sejumlah jajaran birokrasi pemerintahan di negeri ini.