IMBCNews, Karawang | Pembangunan Jembatan Sungai Cilamaran di Dusun Citeureup, Kelurahan Palumbonsari, Kecamatan Karawang Timur masih menjadi sorotan publik setempat. Pasalnya, jembatan yang masa pembangunannya pernah dikomplain warga, kualitas hasil pengerjaanya seperti di bawah standar dan jadi menyebab cor beton retak, pecah dan patah ‘tanpa tulang’ atau tanpa pembesian sambungan pada oprit, bahkan ada juga cor beton yang terkesan anjlok.
Salah seorang warga setempat yang disapa Katma kepada awak media di lokasi Jembatan Citeureup, Jumat (13/12/2024) menyayangkan, jembatan yang dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Karawang Tahun Anggaran 2024 itu sudah terdapati keretakan, melekeh (pecah) dan anjlok, terlebih pada cor beton sambungan di bagian timbunan atau oprit.
Kini, beberapa pihak pun menggerutu. Bila saja hasil pembangunan fisik yang dimulai dari perancanaan, desain gambar berikut estetikanya telah dipandang oleh pihak OPD berwenang tuntas pengerjaannya, akankah warga yang mesti menanggung dampaknya? Sedangkan pembangunan jembatan ini begitu gamblang terjelaskan; Sumber anggarannya dari pajak atau uang rakyat.
Katma misalnya. Selaku warga yang kesehariannya sebagai petani punya keinginan kuat hendak memanfaatkan jembatan di ruas sungai pembuang Dusun Citeureup itu. Setelah menyaksikan hasil pembangunan jembatan yang baru berumur 5 bulan itu pada cor betonnya terdapati retak, pecah bahkan anjlok, Katma pun dengan berat hati mengemukakan rasa khawatirnya.
“Saya termasuk kecewa dengan hasil pembangunan jembatan yang kayak dipaksakan ngebangunya. Selain itu ya kuwatir sekali kalau lagi mengangkut hasil panen melintasi Jembatan Citeureup ini malah ambrol,” tandas dia.
Jauh hari sebelumnya, beberapa warga yang sempat komplain, di anataranya juga menilai; Bahwa jembatan yang mulai dibangun pada Juli 2024 itu, struktur bangunan jembatannya tidak sesuai dengan lebar sungai sehingga terkesan menyempitkan arus air. Tinggi struktur pada bangunan sekitar 8 meter dan panjang bentangan jembatan hanya 7 meter, sedangkan lebar jembatan 3,5 meter.
Salah seorang tokoh petani warga Dusun Citeureup yang minta ditulis namanya dengan JA, di lingkungan Palumbonsari pada Rabu 24 Juli 2024 silam mengatakan, pembangunan Jembatan Citeureup kesannya dipaksakan.
“Untuk Sungai Cilamaran ini merupakan sungai alam, lho. Lebar sungai aslinya sekitar 10-an meter. Sedangkan bangunan jembatan yang dibangun bentangannya cuman 7 meter. Ini tentunya mengkhawatirkan,” katanya.
Ia juga sempat mengungkap, dibangunnya Jembatan Citeureup strukturnya rendah, bagian atas kurang tinggi. Kemudian, konstruksi tiangnya cenderung berdampak pada penyempitan arus air Sungai Cilamaran, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru nantinya.
“Mungkin pihak dinas terkait yang berusaha memaksakan atau kurang analisa saat musim penghujan tiba. Kalau rekanan atau perusahaan penyedia jasa, ya mau saja mengerjakan; Apa lagi dengan sistem tunjuk langsung, tidak melalui sistem lelang,” katanya.
Bagi pihak yang ditunjuk dan diberi proyek oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Karawang, menurut JA, merupakan pihak yang butuh pekerjaan. “Tentu saja penyedia jasa pekerjaan mau dong. Gambar jembatan yang mau dikerjakan sudah disiapkan pihak dinas. Begitu juga anggarannya,” cetus dia.
Begitulah antara lain kekhawatiran sebagian warga sekitar. Hal yang paling mereka khawatir, jika intensitas hujan deras dalam waktu lama kemudian Sungai Cilamaran meluap dan airnya naik ke persawahan sampai lingkungan rumah-rumah penduduk. Akibatnya lagi, jembatannya cepat rusak.
Di balik kekhawatiran beberapa warga, banjir besar pada 5 bulan terakhir ini belum pernah terjadi; Namun juga, jembatan ini belum digunakan maksimal untuk angkutan hasil pertanian. Sedangkan yang kini membuat mereka heran dan mengaku sangat kecewa, Jembatan Citeureup di Kelurahan Palumbonsari ini cor-coran betonnya sudah ada retak, ada yang pecah hingga ada bagian oprit yang terlihat anjlok. (hmd/asy: lpt/lpg-diolah)