IMBCNEWS – JAKARTA – Jumlah penduduk Jepang pada 2024 diperkirakan 124 juta jiwa atau turun dibandingkan 124,5 juta jiwa pada tahun 2023 atau angka penurunan yang terjadi sejak 15 tahun sebelumnya (2015).
Selain menyusut akibat turunnya angka kelahiran, mengingat lebih banyak warga Jepang yang tidak menikah atau menikah tetapi tidak ingin mendapatkan anak, makin banyak warga Jepang yag menua (mengalami aging popilation).
Lebih dari 30 persen atau seeprtiga populasi Jepang saat ini berusia di atas 65 tahun dan pada 2040 nanti warga lansia diperkirakan menjadi 35 persen.
Usia penduduk Jepang lebih tua sejalan dengan naiknya usia harapan hidup, meningkatnya layanan kesehatan dan pola hidup dan makan sehat yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari orang Jepang yang dikenal memiliki disiplin tinggi.
Peluang harapan hidup penduduk Jepang telah meningkat secara stabil selama beberapa dekade terakhir. Populasi lansia Negeri Sakura bahkan mencapai rekor tertinggi yaitu 36,25 juta orang.
Kekurangan karyawan
Sementara itu, dampak negatif yang terjadi, dua pertiga perusahaan Jepang mengalami dampak bisnis yang serius akibat kekurangan pekerja.
Survei Reuters menunjukkan kaitan ini dengan populasi negara yang terus menyusut dan menua dengan cepat, sedangkan kekurangan tenaga kerja di Jepang, khususnya di antara perusahaan non-manufaktur dan perusahaan kecil, mencapai rekor tertinggi yang pernah tercatat.
Hal itu memicu kekhawatiran terkait kendala sisi pasokan tenaga kerja yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Sekitar 66 persen responden menyatakan kekurangan tenaga kerja berdampak serius atau cukup serius pada bisnis mereka, sementara 32 persen mengatakan dampaknya tidak terlalu serius.
“Selain meningkatkan biaya personel, kekuranga teaga kerja di Jepang bahkan dapat menimbulkan risiko kelangsungan bisnis,” tulis seorang manajer di operator kereta api dalam survei tersebut.
Gulung Tikar, kekurangan karyawan
Jumlah kebangkrutan yang disebabkan oleh kekurangan tenaga kerja pada 2024 melonjak 32 persen dari tahun sebelumnya menjadi rekor 342 kasus, menurut perusahaan riset kredit Teikoku Databank.
Hampir sepertiga responden survei Reuters mengatakan kekurangan tenaga kerja makin memburuk, dengan hanya 4 persen yang melaporkan perbaikan dan 56 persen mengatakan situasinya tidak membaik, bahkan memburuk.
Survei tersebut dilakukan oleh Nikkei Research untuk Reuters dari 24 Desember hingga 10 Januari. Nikkei Research menghubungi 505 perusahaan dan 235 perusahaan menanggapi dengan syarat anonim.
Usia pensiun resmi ditetapkan pada 60 tahun oleh sekitar dua pertiga perusahaan Jepang, meskipun sebagian besar telah memperkenalkan langkah-langkah yang memungkinkan karyawan tetap bekerja hingga usia 65 tahun.
Sementara usia PNS nasional dan daerah di Jepang menjadi 61 tahun. Usia pensiun akan dinaikkan satu tahun dalam setiap dua tahun hingga mencapai 65 tahun pada tahun fiskal 2031.
Mereka yang pensiun pada usia 60 tahun akan mengalami masa tanpa penghasilan karena usia pensiun negara di Jepang bertambah menjadi 65 tahun, masalah yang saat ini diselesaikan melalui metode bekerja kembali (re-employment).
Dengan menaikkan usia pensiun, pemerintah Jepang berharap para pegawai senior dapat membantu rekan kerja yang lebih muda dengan pengalaman mereka.
Orang Jepang yang dikenal sebagai pekerja keras, jujur dan berdisiplin tinggi, ditambah pengalaman, kehadiran lansia dengan segudang pengalaman tentu amat bermanfaat bagi kantor atau perusahaan, beda halnya dengan lansia yang terbiasa korupsi sejak awal kariernya. (imbc/Theo/sumber diolah:Reuters)