IMBCNEWS Jakarta, | – Sebuah festival tradisional Jepang yang unik akan digelar pada bulan Februari mendatang. “Pesta” rakyat itu mengharuskan para pihak yang ikut serta untuk datang dengan berbusana sangat minim. Saking minimnya, aurat laki-laki dan perempuan terlihat bak bagaikan pesta lelaki dan wanita telanjang.
Setiap bulan Februari, ribuan pria berpakaian minim mengambil bagian dalam Hadaka Matsuri di kuil Shinto di Inazawa, sebuah kota di Jepang Tengah. Festival diadakan untuk mengusir roh jahat di tahun mendatang.
Festival ini dianggap terlarang bagi perempuan sejak pertama kali diadakan di kota itu sekitar 1.250 tahun yang lalu. Akan tetapi laporan media Jepang mengatakan penyelenggara akan mengizinkan sekitar 40 perempuan untuk ambil bagian pada acara yang kali ini jatuh pada tanggal 22 Februari, dilansir CNBC Indonesia di Jakarta pada Kamis.
Para wanita, yang akan berpakaian lengkap, akan melakukan persembahan ritual berupa rumput bambu. Namun mereka tidak akan menjadi bagian dari klimaks momiai festival tersebut.
Puncaknya merujuk momen saat para pria yang hanya mengenakan fundoshi, sejenis cawat tradisional, kaus kaki tabi, dan bandana hachimaki. Di mana mereka beradu satu sama lain untuk melemparkan apa yang diyakini sebagai nasib buruk.
Ayaka Suzuki, yang mengkampanyekan pencabutan larangan terhadap perempuan di festival itu mengatakan ia ingin mengambil bagian dalam kegiatan tersebut. Bahkan, sejak dirinya masih kecil.
“Saya bisa saja berpartisipasi seandainya saya adalah laki-laki,” katanya kepada wartawan surat kabar Yomiuri Shimbun yang dikutip Guardian, Kamis (25/12/2024).
“Saya menggunakan kesempatan ini untuk berdoa bagi keselamatan keluarganya dan orang-orang yang terkena dampak gempa bumi mematikan baru-baru ini di Semenanjung Noto,” ujarnya.
Beberapa festival di Jepang saat ini diketahui mulai mendapatkan tekanan untuk mengizinkan perempuan dan orang asing untuk ikut serta dalam ritualnya. Ini dikarenakan depopulasi yang menghantui Negeri Sakura itu.
Bulan ini, para wanita mengambil bagian dalam festival api Katsube di Prefektur Shiga untuk pertama kalinya dalam 800 tahun sejarahnya. Namun penyelenggara Somin-sai, yang juga menampilkan pakaian minim di kota Timur Laut Oshu mengumumkan bulan lalu bahwa acara tersebut akan diadakan untuk terakhir kalinya pada tahun ini.
Daigo Fujinami, kepala kuil yang menjadi tuan rumah festival itu, mengatakan, keputusan tersebut dipicu oleh banyaknya pria lokal yang berusia lanjut. Belum lagi kurangnya orang yang mengawasi acara tersebut.
“Saya menolak saran agar festival tersebut dibuka untuk orang-orang yang tinggal di luar kota. Hal itu tidak sesuai dengan ritual inti yang telah diwariskan oleh generasi penduduk setempat,” pungkasnya.
Sementara itu, perkembangan terhadap keterlibatan perempuan juga mulai timbul di olahraga Sumo, di mana mereka mulai boleh bertanding secara amatir. Tetapi untuk lanjut ke tahapan professional masih menjadi larangan bagi kaum hawa untuk melakukannya.
Wanita juga masih tidak diizinkan memasuki sebuah lingkaran tertutup tanah di sekitar arena yang ditandai dengan bal jerami setengah terkubur yang disebut Dohyo. Larangan ini pun pernah memicu persoalan besar, di mana pada 2018 beberapa tim medis wanita bergegas ke ring sumo setelah seorang walikota pingsan karena stroke.
Saat itu, dengan menggunakan sistem penyampaian terbuka, wasit berulang kali memerintahkan mereka untuk meninggalkan ring. Namun para wanita tersebut menolak.
imbcnews/diolah/