I
MBCNEWS | Jakarta, – Sidang kasus Farid Okbah, MA, Dr.Anung Al Hamat, dan Dr. Ahmad Zain telah digelar pada Senin (12/12/2022), di pengadilan negeri Jakarta Timur, akan bebas karena dalam hukum dikenal degan asas Tiada Pidana tanpa Kesalahan. Artinya, tiga klien itu tidak salah oleh karenanya perlu dibebaskan.
Dalam sidang duplik, tim penasehat hukum tetap pada bantahannya atas dakwaan JPU terhadap para terdakwa. Argumennya, sesuai asas “Tiada Pidana Tanpa Kesalahan” (Geen Straf Zonder Schuld), asas ini berarti orang tidak mungkin dijatuhi pidana, kalau tidak melakukan perbuatan pidana, kata salah satu wakil Koordinator tiga intektual Islam, Juju Purwantoro, di Jakarta Senin.
Dikatakan, berdasarkan BAP dari Densus 88, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya mendakwa dengan dakwaan Kedua, yaitu Pasal 13 huruf (c) Perpu Nomor 1 Tahun 2022 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 jo Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Setiap orang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.”
Unsur Pasal 13 (huruf c), kata Juju, UU terorisme “memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme. Faktanya dakwaan JPU kabur (absurb) dam tidak dapat dibuktikan.
Perbuatan “memberi bantuan” terhadap pelaku tindak pidana, maknanya seyogiyanya sama dengan pembantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHP, yaitu “bantuan pada sebelum tindak pidana dan bantuan pada saat melakukan tindak pidana terorisme yang esensinya mempermudah seseorang melakukan tindak pidana”.
Berdasarkan unsur dan penjelasan itu, faktanya JPU tidak mampu secara meyakinkan dalam membuktikan informasi apa yang disembunyikan. Padahal menurut hukum pidana dan pantas untuk dipidana, harus dapat dibuktikan bentuk tindak pidana terorisme apa yang disembunyikan oleh pelaku tersebut.
JPU dalam dakwaannya, aktifitas para terdakwa selama ini adalah sebagai ulama yang dikenal, sering melakukan dakwahnya baik di dalam maupun luar negeri. Secara terang, terdakwa selaku da’i dan ulama menghadiri berbagai undangan dari umat sebagai nara sumber atau acara tabligh akbar merupakan acara terbuka, seperti diuraikan dalam dakwaan kedua JPU. Dengan demikian, sama sekali tidak ada informasi yang disembunyikan oleh para Terdakwa. Sebagai da’i dan ulama mereka senantiasa menyampaikan pesan-pesan moral ke agamaan dan tidak dapat memilah-milah siapa saja yang memintanya atau mengundangnya dan kesemuanya adalah legal.
Para terdakwa sebagai ulama atau pendakwah, merupakan kegiatan yang terbuka dan bukanlah merupakan suatu kejahatan. Jika diundang untuk berceramah, tidak mungkin harus mengetahui secara detail pengundang adalah pelaku atau terkait Terorisme, atau suatu gerakan Korporat Terlarang. Misalnya pangundang adalah dari kelompok Jamaah Islamiyah (JI), apalagi jika gerakan tersebut katanya adalah dengan sistem terputus dan tidak saling mengenal.
Dakwaan norma Pasal 13 huruf c, tentang tindak pidana terorisme, berarti harus ada tindak pidana terorisme yang telah selesai dilaksanakan. Faktanya JPU tidak bisa membuktikan tindak pidana terorisme dalam bentuk apa yang disembunyikan oleh para terdakwa. Sedangkan apa yang dilakukan terdakwa, dakwaan kedua’ adalah terdakwa menghadiri beberapa acara kajian ke Islaman.
Demikan juga fakta persidangan subjektif dan tidak diuraikan atau tidak ditanggapi dalam tuntutan JPU, yaitu : ‘Flashdisk’ yang seharusnya sudah dimusnakan sesuai Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 616/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim tanggal 1 Desember 2021, namun JPU tidak menguraikan dan menanggapinya dalam surat tuntutan. Tidak dimusnakan dan masih dipakai dalam perkara ‘ketiga ustad a quo’, juga tidak ditanggapi dalam uraian surat tuntutan.
Fakta penting lainnya, JPU tidak menanggapi dalam tuntutannya, ADANYA PELAPOR, sebagai orang yang pertama kali melaporkan ketiga ustad itu. Namun Pelapor tidak di BAP oleh penyidik, dan tidak dihadirkan dimuka persidangan untuk didengarkan sebagai saksi.
Dengan demikian, telah diperoleh fakta hukum, Terdakwa bukan sebagai anggota dan pengurus JI. Perbuatan para Terdakwa tidak memenuhi unsur Pasal 13 huruf C sebagaimana diuraikan dalam pledoi, dengan demikian mereka harus dibebaskan dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Sidang vonis bagi ketiga terdakwa akan dilakukan pada Senin, 19/12/22, di PNJaktim.
IMBCnews/**diolah