Oleh Anwar Abbas
IMBC News | Rakyat antri mengular untuk mendapatkan beras kualitas medium Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP) dengan harga Rp 10.600 per kilogram atau Rp 53.000 per satu kantong beras berisi 5 kilogram. Setiap orang hanya bisa membeli tidak boleh lebih dari 2 kantong yaitu 10 kg dengan harga Rp.106 ribu.
Kalau di pasar harga beras tersebut adalah Rp75.000 per 5 kg. Jadi sebenarnya selisih yang diharapkan oleh orang yang antri tersebut hanya Rp22.000 per 5 kg dan atau Rp44.000 per 10 kg.
Jadi kesimpulannya uang sebesar Rp22.000 dan atau Rp44.000 itu bagi masyarakat lapis bawah ternyata sangat berarti sehingga untuk mendapatkan hal tersebut mereka rela berpanas-panas dan antri berjam-jam bahkan ada di antara mereka yang pingsan.
Ini sebuah pertanda bahwa rakyat kita banyak yang miskin atau pendapatannya sangat-sangat rendah.
Sebenarnya secara logika naiknya harga beras tidak masalah karena dia akan bisa menaikkan pendapatan dari para petani sehingga anak-anak muda yang hari ini tidak tertarik dengan dunia pertanian menjadi tertarik sehingga hal demikian diharapkan akan bisa mendorong bagi meningkatnya produksi beras secara nasional dan meningkatnya pendapatan petani.
Ini tentu saja sangat kita harapkan karena dia sudah jelas akan mendorong meningkatnya permintaan terhadap barang-barang yang lain sehingga kehidupan ekonomi akan bisa menggeliat.
Tapi selama ini harga beras benar-benar dijaga oleh pemerintah supaya tetap murah, akibatnya para petani dan anak-anak mereka jelas tidak akan tertarik untuk bertani karena untuk apa mereka bekerja kalau tingkat keuntungan yang bisa mereka dapatkan sangat rendah.
Sementara risiko rugi yang mereka hadapi sangat tinggi berupa gagal panen apakah karena faktor hama, atau cuaca dan lain-lain. Belum lagi masalah-masalah lain seperti sulitnya mendapatkan benih berkualitas dan pupuk bersubsidi.
Akibatnya mereka terpaksa membeli pupuk di pasar yang harganya sangat mahal dan itu jelas akan meningkatkan total cost. Akibatnya tingkat keuntungan mereka rendah atau malah bisa rugi.
Jadi adalah tidak fair pendapatan petani ditekan sementara pendapatan dari usaha di bidang lain dilepas kepada pasar. Oleh karena itu sebenarnya tidak ada masalah jika harga beras naik asal pemerintah juga bisa dan berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat non petani.
Tapi pemerintah kita lihat juga gagal dan tidak kunjung berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat secara signifikan terutama pendapatan mereka -mereka yang ada dilapis bawah.
Oleh sebab itu jika kita mau jujur dan kita mau membedah masalah kenaikan harga beras ini kaitannya dengan tingkat pendapatan masyarakat secara komprehensif maka sebenarnya inti dari masalah yang kita hadapi bukanlah pada naiknya harga beras tapi adalah karena tidak mampunya pemerintah meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat terutama mereka-mereka yang ada di lapis bawah padahal kita tahu tugas pokok pemerintah itu menurut konstitusi adalah melindungi rakyat, mencerdaskan dan mensejahterakan mereka.
Bahkan dalam pasal 33 UUD 1945 dengan tegas disana dikatakan bahwa tugas negara dan pemerintah itu adalah untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran bagi rakyat tanpa kecuali.
Jadi sejatinya tidak boleh ada orang di negeri ini yang fakir dan miskin yang tidak punya daya beli. Kalau tetap ada maka menurut konstitusi seperti yang terdapat dalam pasal 34 UUD 1945 fakir miskin anak terlantar dipelihara oleh negara. Pertanyaannya apakah pemerintah telah berhasil melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut secara baik dan benar ? Biar rakyat sajalah yang menjawabnya.
Penulis adalah Wakil Ketua Umum MUI