IMBCNEWS Jakarta | Partai Demokrat (PD) ditinggal oleh Partai Nasdem dalam merumuskan calon wakil presiden pendamping Anies Baswedan. Ketua Dewan Pembina PD Susilo Bambang Yudhoyono merasa kecewa atas terjadinya “perselingkuhan” antara Nasdem, Cak Imin (Ketu umum PKB) dan Anies Basedaan. Akan tetapi SBY dapat memahami kejadian itu karena ada “tangan yang lebih besar” yang mengendalikan kejadian seperti ini. Kita harus bersabar dibalik kesulitan pasti akan ada jalan kemudahan, kata Susio Bambang Yudhoyono, Jumat malam, dengan mata tampak berkaca-kaca.
Masalahnya, seolah SBY belum faham atau tidak menyadari faksun politik ala Indonesia, yang sering dilandasi dengan prakmatisme, keuntungan dan kepentingan. Hal itu pula yang membedakan sistem demokrasi ala Indonesia dengan negara mau seperti kawasan Eropa Barat, Jerma, Swiss, Belanda dan yang lainnya.
Dengan ditingalnya Partai Demokrat, seperti yang dikutip republika.co di Jakarta Sabtu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menyebut potensi kemenangan Anies Baswedan jika menggandeng Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) agak problematik. Hal ini karena Cak Imin dinilai tidak dapat menutupi rendahnya elektabilitas Anies Baswedan.
“Potensi kemenangan pasangan Anies-Imin agak problematik. Karena lemahnya elektabilitas Anies kurang terbantu oleh elektabilitas Cak Imin yang belum optimal,” ujar Khoirul dalam keterangannya.
Khoirul mengatakan, meskipun PKB memiliki kekuatan politik dari masyarakat Nahdliyin, mesin tersebut tidak akan optimal. Hal ini karena, Cak Imin dan PKB selama satu tahun terakhir ini telah mempromosikan bacapres Prabowo Subianto ke kiai, ulama, pesantren, dan jaringan Nahdliyin.
Karena itu, Khoirul menilai sulit bagi Anies mengandalkan mesin politik Nahdliyyin dengan menggandeng Cak Imin untuk menutupi catatan politik identitas saat Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Para Kiai sepuh yang selama satu tahun terakhir ini sudah telanjur mendukung Prabowo. Kini harus diubah haluannya untuk mendukung Anies yang selama ini dia anggap sebagai pengeksploitasi politik identitas. Artinya langkah politik Anies agak berat untuk recover elektabilitas. Jangan sampai salah perhitungan,” ujar dosen ilmu politik Universitas Paramadina tersebut.
Khoirul juga mengomentari manuver sembunyi-sembunyi Nasdem bersama PKB yang memicu berakhirnya Koalisi Perubahan. Dia menilai, bubarnya koalisi itu tak lepas dari posisi Nasdem yang tampaknya setengah hati untuk berhadap-hadapan dengan pemerintah.
Menurutnya, alih-alih menantang pemerintah, Nasdem justru mencoba melakukan renegosiasi ulang dengan kekuasaan. “Artinya, di balik enggannya Anies mengkritik pemerintahan Jokowi, ternyata Anies dan Nasdem yang selama ini menggunakan kedok pro-perubahan ternyata bermain mata dengan kekuasaan,” ujarnya.
“Namun, fakta politik terakhir justru menegaskan bahwa koalisi Nasdem-PKB ternyata merupakan sekoci koalisi baru bentukan
Muhaimin ke Anies Ibarat Mobil Belok Gak Pakai Lampu.
**imbcnews/rep/diolah/