Oleh Riley Stuart di London
IMBCNEWS Jakarta | Cerita ini dimulai dua minggu setelah Benjamin Netanyahu menjabat. Ia memenangkan kursi perdana menteri Israel secara mengejutkan dalam pemilihan umum Israel tahun 1996, dengan janji membangun lebih banyak permukiman bagi warga Yahudi di Tepi Barat dan memblokir pembentukan negara Palestina.
Sekarang semua orang membicarakan kasus ‘Nannygate’ yang melibatkannya. Seorang ‘au pair’ atau pengasuh anak di rumahnya membuat laporan kepada media, menuduh istri Benjamin, yang bernama Sara, memecatnya karena menggosongkan sup yang dimasaknya.
Cerita lainnya menggambarkan ibu negara tersebut sebagai germofobia, atau seorang dengan kekhawatiran yang berlebihan terhadap kuman. Sara juga dikenal sebagai sosok yang rewel dan akan menyerang siapa pun yang tidak dapat memenuhi standarnya.
Inilah yang kemudian menentukan apa yang terjadi dua dekade berikutnya.
Sorotan media dan perbincangan di Israel tidak hanya tertuju pada PM dan kebijakannya, tapi juga pada anggota keluarganya.
Keluarga Netanyahu, Benjamin dan Sara sudah berada di puncak kepemimpinan politik Israel lebih dari 20 Semua fasilitas ditanggung oleh negara. Saat ini Sara Netanyahu menjadi topik yang banyak dibicarakan warga Israel selama bertahun-tahun.
Namun di balik laporan media, termasuk soal kasus-kasus pengadilan, para pengamat punya kritik lebih keras: ketika Benjamin menjadi PM, keluarganya banyak membantunya mengambil keputusan. Putra sulungnya, Yair, juga terbukti menjadi sosok yang memecah belah warga.
Baru-baru ini, keputusan pria berusia 32 tahun itu untuk tetap tinggal di Florida sementara warga Israel lainnya terlibat dalam perang di Gaza memicu kemarahan warga. Ia hanya melihat dari jauh sementara yang disuruh perang orang lain.
Benjamin Netanyahu, yang dikenal dengan panggilan Bibi, sudah menjalani tiga masa jabatan terpisah sebagai perdana menteri sejak tahun 1996 dan memenangkan enam pemilu.
Ia kembali berkuasa bulan Desember tahun lalu, setelah membentuk pemerintahan sayap kanan paling religius dalam sejarah Israel.
Namun, tidak butuh waktu lama untuk memutarbalikkan semuanya. Benjamin mencoba berjuang melawan kasus-kasus korupsi, termasuk yang punya kaitan dengan Australia, ketika ia memenangkan jabatannya.
Kemudian pada bulan Januari lalu, koalisinya mulai menerapkan perombakan sistem peradilan yang menurut sebagian pihak bersifat anti-demokrasi, sehingga memicu protes besar-besaran yang makin memecah belah warganya.
Serangan mendadak Hamas pada bulan Oktober lalu mengejutkan banyak warga Israel. Meski dianggap menyatukan warganya, mereka tidak mendukung Benjamin. Warga berunjuk rasa di depan kediaman PM Netanyahu di Yerusalam terkait dengan reformasi yudisial pada bulan September lalu.
Dukungan terhadap PM Israel semakin menurun, menurut jajak pendapat, bahkan di kalangan warga yang tidak mendukungnya.
PM Netanyahu dikenal sebagai ‘Mr Security’ di Israel. Namun reputasinya hancur setelah Hamas menghancurkan penghalang teknologi canggih yang mengelilingi Jalur Gaza, menyerbu pangkalan militer dan menyerang lebih dari 1.000 orang di pihak Israel.
Apakah Membunuh Hampir Seribu Anak Setiap Pekan Sebuah Pembelaan Diri?
Dalam perang antara Israel dan Hamas saat ini, kita menyaksikan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya: Para pemimpin dunia barat tidak tegas menyerukan gencatan senjata saat jumlah korban jiwa di kalangan warga sipil terus meningkat dengan cepat.”A young boy with tears on his cheeks is carried by a man out of a van Read more.”
Tapi PM Netanyahu mengalihkan tanggung jawab atas serangan Hamas, dan malah menyebabkan para petinggi negara itu, termasuk dirinya sendiri, ditinjau ulang. Namun pada suatu Sabtu malam, tiga minggu setelah serangan tanggal 7 Oktober, sebuah unggahan di akun X miliknya malah menuding pejabat keamanan dan militer.
Ia mengklaim pihak militer tidak memberikan informasi intelijen atau peringatan dini tentang penyerangan yang akan dilakukan Hamas saat itu.
Keesokan harinya unggahan tersebut hilang, diganti dengan permintaan maaf. Tapi semuanya sudah telanjur terjadi. Pada hari-hari berikutnya, sebuah laporan di Channel 12 Israel menuduh grup WhatsApp yang beranggotakan Yair Netanyahu serta penasihat politiknya, berada di balik akun X PM Netanyahu.
Sebuah artikel analisis di surat kabar tertua Israel, Haaretz, menulis: “Siapa yang memberi perintah untuk mencuitkan hal itu? Anak laki-laki yang menganggur di Miami? Istri yang tidak stabil yang duduk di bunker Yerusalem…?”
Unggahan itu seolah membenarkan pendapat yang sudah ada jauh sebelummnya: ketika Anda memilih satu Netanyahu, Anda sebenarnya mendapakan tiga orang, yakni istri dan anak-anaknya.
Pada akhir pekan yang sama ketika tweet tersebut muncul, Bibi menghadiri pertemuan dengan beberapa kerabat sandera Israel yang ditahan di Gaza. Sesuatu yang biasa-biasa saja, namun beberapa warga mempertanyakan mengapa Sara juga ada di sana.
Jurnalis Ben Caspit, penulis beberapa buku tentang PM Netanyahu, pernah menggambarkan Sara sebagai orang paling berkuasa di Israel.
Sementara itu, Yair memiliki sejarah membela ayahnya dan menyerang institusi seperti peradilan dan penegakan hukum melalui akun media sosialnya. Dia menjadi favorit di kalangan kelompok sayap kanan, bahkan Facebook pernah menangguhkan akunnya karena melanggar aturan soal ujaran kebencian.
Kritikus mengklaim Yair bertindak sebagai penasihat tidak resmi untuk ayahnya, serta memainkan peran penting dalam menyerang musuh-musuh ayahnya secara online.
Ada juga tuduhan jika pandangan kontroversialnya di media sosial memberikan tim keluarga Netanyahu sebuah kendaraan untuk memperkuat basis politiknya, sementara posisi PM Netanyahu hanya tinggal selangkah lagi untuk disingkirkan.
Sebuah jajak pendapat yang dikeluarkan Bar Ilan University merilis tidak sampai 4 persen warga Yahudi Israel yang menilai perdana menteri mereka sebagai sumber informasi yang paling dapat dipercaya mengenai perang dengan Hamas. Sampel penelitian ini adalah 505 orang.
Ketika kasus pengasuh anak-anaknya tersiar, Bibi mengeluarkan pernyataan yang menyatakan tuduhan tersebut “hanya khayalan dan salah” dan bahwa pengasuh tersebut berada dalam “kondisi yang parah.”
Namun cerita-cerita terus bergulir, dan tuntutan hukum pun terus berlanjut.
Pada tahun 2010, mantan pembantu rumah tangga Lilliane Perez menggugat ibu negara ke pengadilan, mengklaim jika ia dibayar rendah dan diintimidasi.
Di antara tuduhannya adalah Sara memberinya “tugas yang mustahil”, “berteriak padanya” dan memerintahkannya untuk mandi dan mengganti pakaian beberapa kali sehari.
PM Netanyahu membantahnya dan kasusnya diselesaikan di luar pengadilan. Pada tahun 2016, Meni Naphtali, yang mengelola kediaman PM selama 20 bulan, dianugerahi 170.000 shekel, atau sekitar Rp 77 juta, setelah menggugat Bibi dan istrinya dengan klaim jika ia menjadi rusak setelah tinggal bersama keluarga Netanyahu.
Dia menuduh jika ibu negara pernah meneleponnya untuk memakinya pada jam 3 pagi ketika dia membeli jenis susu yang salah.
imbcnews/abc/diolah/