Oleh: Asyaro G Kahean
Semasa hidupnya, KH Ahmad Dahlan didampingi istri (Nyai Haji Ahmad Dahlan) secara kompak dan bersama-sama mengembangkan diri melalui buah pikiran. Pada 18 November 1912, atas kiprah tokoh sentral persyarikatan mendirikan organisasi bercorak mengembangkan ajaran Islam yang aplikatif untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari di alam fana dengan jangkauan yaumil mahsyar dengan nama Muhammadiyah.
Lain itu, gagasan untuk menyeimbangkan ritme perjalanan organisasi, Nyai Ahmad Dahan berkiprah pula di dalam organisasi otonom Muhammadiyah (Ortom) diberi nama ‘Aisyiah. Dua organisasi ini dilengkapi juga dengan Ortom lain sebagai wadah kreasi kader Angkatan Muda Muhammadiyah. Semua itu, pada saat sekarang, telah memberikan sumbangsih yang sangat besar nilainya untuk memajukan cara berpikir ummat, bangsa, dalam merawat kedamaian bernegara.
Muhammadiyah include Aisyiyah dan Ortom lainnya, bukanlah orgnanisasi yang hanya menekuni amaliah bersifat ibadah mahdha an-sich! Akan tetapi juga persyarikatan ini membangun spiritualitas ummat dengan menggairahkan ibadah ghairu mahdha, pada bidang-bidang sosial-kegamaan, politik, pendidikan, perekonomian, kesehatan, seni-budaya, kepanduan, dan lain sebagainya.
Sampai di sini jelaslah, TPU Karangkajen sebenarnya menyimpan energi spiritual yang sangat besar dan bersifat non-benda. Pada area pemakaman ini, tertuliskan jasa-jasa yang besar sekali nilainya; Meliputi gerakan akselerasi ajaran Islam yang aplikatif bagi kemajuan ummat dalam kesertaannya membangun mentalitas dalam berbangsa dan bernegara, juga dalam kesertaan mencerahkan semesta.
Apa yang tertulis dengan tinta emas di TPU Karangkajen, hanya akan terbaca dan ternalarkan oleh mereka yang cinta akan ilmu ruju’ kepada Alqur-an dan Sunnah Makbullah. Kemudian ilmu tersebut diaplikasikan secara nyata melalui amalan ke lingkup ibadah mahdha dan sekaligus pada ibadah gairu mahdha secara konkret. Sehingga aktivitas mu’amalah apa pun jenis amal usahanya, hendaknya tidak sampai terluputkan dari nilai-nilai ibadah yang berkorelasi dengan akhlaq mulia.
Disebabkan jasa-jasa dalam upaya pemurnian ajaran Islam serta dorongan dilakukannya purifikasi pikiran (gerakan tajdid), telah menyebabkan KH Ahmad Dahlan (mau pun Nyai Haji Ahmad Dahlan) -dalam unsur duniawi- dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bukankah hal seperti ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan ayat-ayat kauniyah?
Nama tokoh pendahulu kita itu jelas dalam kenangan abadi, melebihi usia hidupnya di alam fana. Dan mereka yang mengenang, sepertinya tidak hanya terbatas warga Muhammadiyah saja, namun juga oleh seluruh anak bangsa berwarga negara Indonesia. | Bersambung….