Jakarta – IMBCNews – Guna memudahkan akses disabilitas netra, Kementerian Agama telah menyiapkan kitab suci dalam bahasa Braille. Sementara untuk memudahkan akses kawan tuli, disiapkan juga kitab suci dalam bahasa isyarat.
“Kami berharap kehadiran kitab suci dengan bahasa Braille bisa menjadi jembatan yang menghubungkan disabilitas netra dalam memahami kitab suci mereka. Demikian juga kitab suci bahasa isyarat diharapkan bermanfaat bagi kawan tuli,” kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Jumat (5/1/2024).
Seperti diketahui Hari Braille Sedunia diperingati setiap 4 Januari sejak 2019. Tanggal ini dipilih dan ditetapkan sebagai Hari Braille Sedunia, karena bertepatan tanggal lahir Louis Braille selaku penemu huruf Braille.
“Kementerian Agama menyampaikan selamat Hari Braille Sedunia, khususnya bagi kawan disabilitas netra Indonesia. Kementerian Agama berkomitmen untuk terus mendukung dan mengembangkan program-program inklusi,” ujar Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Menurutnya, Kementerian Agama selama ini berusaha untuk dapat memberikan akses pengetahuan, terutama dalam memahami kitab suci, bagi kawan-kawan disabilitas. Tidak hanya disabilitas netra, lanjut Menag, perluasan akses juga diberikan kepada kawan tuli.
Menag mengatakan, Kemenag saat ini sudah menerbitkan Mushaf Al-Qur’an Braille (cetak 30 juz) dan Mushaf Al-Qur’an Isyarat (digital dan cetak 15 juz). Selain itu, telah disusun juga Dhammapada Braille bagi umat Buddha (cetak) dan Ayat Alkitab Bahasa Isyarat bagi umat Kristen (video).
“Kita akan terus memperbanyak ini agar semakin memudahkan akses sahabat disabilitas dalam memahami kitab sucinya, termasuk kitab suci agama-agama lainnya,” kata Gus Men sapaan akrab Menag Yaqut.
“Tidak hanya kitab suci, Kemenag ke depan juga akan perluas akses sahabat disabilitas terhadap ilmu pengetahun melalui penyediaan literasi keilmuan dalam huruf Braille; baik umum maupun agama,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Abdul Aziz Sidqi. Dia mendukung upaya penguatan inklusivitas atau penghargaan atas eksistensi keberbedaan dan keberagaman, salah satunya dengan menghadirkan Mushaf Al-Qur’an Bahasa Braille dan Bahasa Isyarat.
Braille adalah representasi taktil atau tekstur (nilai raba dari suatu permuakaan benda seperti kasar, halus, licin dan sebagainya) dari simbol alfabet dan numerik dengan menggunakan enam titik untuk mewakili setiap huruf dan angka. Ini digunakan oleh individu tunanetra untuk membaca buku dan majalah dalam bentuk cetak yang terlihat. Sarana ini memastikan akses mereka terhadap informasi dan pengetahuan manusia.
Aziz menjelaskan, sejak 1974 hingga 1983, Kementerian Agama (saat itu Departemen Agama) sudah berperan aktif mengembangkan penggunaan huruf Braille bagi Tunanetra. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan standardisasi Al-Qur’an Braille dalam forum Musyawarah Kerja Ulama Ahli Al-Qur’an.
Forum tersebut membuahkan hasil berupa ditetapkannya Al-Qur’an Braille sebagai salah satu Mushaf Standar Indonesia (MSI) melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) NO. 25 tahun 1984.
“Mushaf Standar Braille kemudian ditetapkan sebagai MSI melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 25 Tahun 1984.
Kemudian disusul dengan lahirnya Instruksi Menteri Agama Nomor 07 Tahun 1984 tentang Penggunaan Mushaf Standar, maka sejak saat itulah seluruh penerbitan Mushaf Braille di Indonesia mengacu pada Mushaf Standar Braille,” jelas Aziz.
Upaya pengembangan Braille terkait Al-Qur’an terus dilakukan LPMQ. Setelah melakukan standardisasi Mushaf Al-Quran Braille, LPMQ juga menyusun terjemahan Al-Qur’an dalam huruf Braille, Panduan Praktis Membaca Al-Qur’an Braille atau disebut Iqra’na, dan memproduksi video tutorial membaca Al-Qur’an Braille yang diunggah di channel Youtube Lajnah Kemenag. Selain itu, sejak tahun 2017, LPMQ juga menjalin kerja sama dengan Yayasan Mitra Netra dalam penyediaan literasi kegamaan melalui Pustaka Digital dalam bentuk eletronik publication (e-Pub). (KS)