IMBCNEWS Jakarta | Penguasa Hamas di Gaza memperingatkan pada Sabtu (10/2) operasi tentara Israel yang direncanakan di Rafah yang padat pengungsi dapat menelan “puluhan ribu” korban. Rafah merupakan tempat perlindungan terakhir bagi pengungsi Palestina. Oleh karenanya, dunia seyoginya tergugah tidak sekedar mengutuk Israel, tetapi memberikan bantuan persenjataan untuk melawannya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memerintahkan tentara untuk mengarahkan perhatiannya ke Rafah.
Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tindakan militer apa pun akan menimbulkan dampak bencana yang “dapat menyebabkan puluhan ribu orang mati syahid dan terluka jika Rafah… diserbu”.
Pengumuman Netanyahu, yang disampaikan hanya beberapa jam setelah Presiden AS Joe Biden melontarkan kritiknya yang paling keras terhadap Israel memicu kekhawatiran di kalangan para pemimpin dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Langkah pendudukan Israel mengancam keamanan dan perdamaian di kawasan dan dunia. Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap semua garis merah,” kata kantor Presiden Palestina Mahmud Abbas.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi memperingatkan “pertumpahan darah lagi di Gaza tidak bisa dibiarkan”, dalam sebuah postingan di X.
“Serangan Israel terhadap 1,5 juta warga Palestina yang sudah menghadapi kondisi tidak manusiawi di Rafah akan menyebabkan pembantaian orang-orang yang tidak bersalah,” tulisnya, dan mendesak “seluruh dunia” untuk mencegahnya.
Spanyol dan Jerman bergabung dengan Arab Saudi dalam memperingatkan akan terjadinya “bencana kemanusiaan” jika rencana tersebut dilanjutkan.
“Kami menyerukan gencatan senjata, pembebasan sandera, penghormatan terhadap hukum kemanusiaan internasional dan masuknya bantuan,” kata Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares pada platform X.
Amerika Serikat (AS) adalah pendukung utama Israel, yang menggelontorkan bantuan militer sebesar miliaran dolar.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya tidak mendukung serangan darat di Rafah, dan memperingatkan bahwa, jika tidak direncanakan dengan baik, operasi semacam itu berisiko menimbulkan “bencana”.
Antara Hidup dan Mati
Kekhawatiran atas nasib lebih dari satu juta pengungsi Palestina yang berlindung di Rafah meningkat mengingat banyak dari mereka yang berada di tenda-tenda plastik di perbatasan dengan Mesir dan juga terkurung di laut.
“Kita berada di antara hidup dan mati,” kata salah satu dari mereka, Bassel Matar. “Kami tidak tahu apakah besok akan ada harapan untuk gencatan senjata atau akan ada perubahan di lapangan.”
Para saksi melaporkan serangan baru di Rafah pada Sabtu. Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan pengeboman Israel menewaskan sedikitnya 110 orang dalam semalam, termasuk 25 orang di Rafah.
Di Rumah Sakit Al-Najjar di kota tersebut, gambar AFPTV menunjukkan sebuah keluarga berkumpul di sekitar jenazah kerabat mereka yang diselimuti kain kafan.
Rafah adalah pusat populasi besar terakhir di Jalur Gaza yang belum dimasuki oleh pasukan Israel dan juga merupakan pintu masuk utama pasokan bantuan yang sangat dibutuhkan.
Organisasi-organisasi kemanusiaan telah memperingatkan kemungkinan adanya serangan darat.
Dana anak-anak PBB, UNICEF, pekan ini memperingatkan akan adanya eskalasi militer di Rafah, dengan mengatakan “ribuan orang lainnya bisa tewas akibat kekerasan atau kurangnya layanan penting”.
imbcnews/Voa/diolah/