*Dr. Encep Saepudin, S.E., M.Si.
IMBC News | Sungguh menyebalkan tatkala disebut sok pintar saat bicara sesuatu. Benar, ngga? Benar, ngga?
Kagak! Whoosh…. Awokawokawok…
Sok pintar adalah istilah gaul. Sok pintar -mungkin- adalah person who is irritating because they behave as if they know everything.
Dalam satu kumpulan orang cerdik cendikia. “Yang merasa sok pintar, dipersilahkan!” ucap seorang doktor pada doktor lainnya.
Lha, Obrolan doktor saja kagak luput ucapan sok pintar. Kocak habis… Wkwkwkwk.
Masih mending yang ‘sok pintar’ adalah Doktor. Lah, ini yang sok pintar adalah miliarder.
Sok pintar karena punya duit segunung, yang dengerin manggut-manggut. Kagak berani mengkritisinya. Meskipun apa yang disampaikannya kagak masuk akal, serta membahayakan jiwa dan lingkungan.
Beruntung seorang ahli kagak tergoda cuannya. Diluruskan pernyataan sekilas benar itu agar menjadi benar beneran.
Kalau sok pintar merembet pada penguasa bisa bahaya berlipat-lipat. Ciloko 12! Suwer.
Memangnya ada penguasa sok pintar? Ehhmmm….
Begitulah! Sok pintar bisa melekat pada siapa pun. Strata sosial apa pun. Gender apa pun. Dan, usia berapa pun.
Lawan kata pintar bukan bodoh, -mungkin- dungu. Sebab bodoh itu adalah ketidaktahuan. Belum belajar sehingga belum tahu.
Dungu adalah -mungkin- ketidaktahuan yang disengaja. Kadang menolak kebenaran. .
Dungu sejenis dengan kata jahiliah. Kedua kata ini, dungu dan jahiliah, lebih didorong hawa nafsu.
Karena itulah, kata dungu banyak disebut dalam KUH Perdata. Sedangkan jahiliah banyak disebut dalam sejarah awal perkembangan syariah atau hukum Islam.
Tidak dengan bodoh. Sebab, pada dasarnya, kagak ada manusia yang bodoh. Tingkat kecerdasan setiap individu berbeda sesuai dengan IQ-nya, tetapi tidak tepat disebut bodoh.
Dalam Islam, pintar itu wajib. Sebab Alquran menyebut 16 kali kata ulu al-albab atau orang yang berakal atau pintar.
Bahkan menjadi pintar itu adalah keharusan sebagaimana firman Allah Swt dalam QS Al-Alaq : 3- 5, yaitu: “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Menjadi pintar itu dapat ditempuh dua cara, lewat pendidikan formal dan informal. Jenjang pendidikan formal adalah S3, S2, S1, D3, SMA/SMK, SMP, SD, TK, KB. Jenjang pendidikan informal melalui jalur pelatihan dan pendidikan.
Individu yang pintar dengan cara belajar sendiri disebut autodidak. Individu belajar sendiri karena mungkin ketidakmampuannya mengakses pendidikan formal dan informal.
Pekerjaan individu yang pintar lebih menonjolkan keahlian. Bukti penguasaan keterampilan dan keahlian adalah ijazah dan sertifikat.
Pekerjaan para ahli itu disebut profesi. Untuk menguasai profesinya, maka kuasai ilmunya. Individu yang sudah menguasainya disebut pintar.
Pintar berternak sapi
Pintar mengelas besi
Pintar instruktur diving
Pintar mengendarai kendaraan
Pintar menjadi guru dan dosen
Pintar menjadi ASN
Pintar menjadi TNI/polisi
Pintar …. (isi sesuai pekerjaan bestie sekarang)
Beda dengan sok pintar. Ciri orang sok pintar: malas membaca, malas menulis, membanggakan ilmu, meremehkan orang lain, menutup telinga pendapat orang lain, debat kusir.
Nah, kalau memiliki salah satu ciri itu, mungkin bestie sedang…. (Jawab dalam hati. wkwkwkwk)
Daripada sok pintar, mendingan pinter beneran. Orang pintar kagak sok pintar.
* Pemulung kata sekaligus dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto