IMBCNES Jakarta | Ekonom dari Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina dalam acara Media Gathering and Presentasi Macroeconomic Outlook secara daring di Jakarta, Selasa proyeksi BI akan tahan suku bunga acuan di level 6 persen.
Ayu yang juga Head of Macroeconomic and Financial Market Research Bank Mandiri itu memproyeksikan, Bank Indonesia (BI) bakal menahan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 6 persen dalam Rapat Dewan Gubernur BI (RDG BI) November 2024.
Dian menilai, keputusan itu didasari kondisi volatilitas pasar keuangan akibat isu global, terutama ketidakpastian kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS).
“Sehingga kami meyakini Bank Indonesia akan fokus pada upaya stabilitas rupiah dan pasar keuangan dulu,” kata Dian saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ia menilai ada peluang penurunan BI-Rate di akhir tahun seiring dengan adanya potensi bank sentral AS atau The Fed dalam memangkas suku bunga acuannya (Fed Funds Rate/FFR).
Meskipun demikian, keputusan The Fed masih bergantung pada data perkembangan ekonomi AS terkait data ketenagakerjaan, inflasi, hingga arah kebijakan ekonomi Donald Trump ke depan.
Pendapat senada disampaikan ekonom Maybank Myrdal Gunarto yang juga menilai BI akan menahan BI Rate di level 6 persen seiring kondisi global yang masih dipenuhi ketidakpastian, baik dari sisi pemerintahan baru AS maupun geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina-Rusia.
“Pergerakan rupiah juga masih rentan, fluktuatif, seiring porsi investor asing di instrumen keuangan domestik,” terangnya.
Adapun Dewan Gubernur Bank Indonesia akan mengadakan konferensi pers hasil RDG BI yang dijadwalkan pukul 14.00 WIB, Rabu ini (20/11).
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) juga mengeluarkan hasil analisa yang sama. LPEM UI menyampaikan BI perlu untuk mempertahankan BI-Rate pada level 6 persen pada RDG bulan ini.
“Dengan kondisi inflasi yang relatif terjaga dan adanya tren depresiasi rupiah beberapa waktu belakangan, Bank Indonesia perlu menahan suku bunga acuannya di 6 persen pada bulan November ini,” kata ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky.
Riefky menuturkan bulan November menunjukkan kondisi ekonomi yang dipengaruhi oleh perpaduan faktor domestik dan global. Dari sisi domestik, inflasi masih berada dalam kisaran target Bank Indonesia, meskipun ada tren deflasi yang terus-menerus pada beberapa komponen.
Dinamika perdagangan terus menunjukkan ketahanan, bahkan ketika surplus menyempit. Pada Oktober 2024, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar 2,48 miliar dolar AS, yang mencerminkan penurunan bulanan sebesar 23,22 persen month to month (mtm) dari surplus 3,23 miliar dolar AS yang dicapai pada September 2024 dan penurunan tahunan sebesar 28,53 persen year on year dari surplus 3,47 miliar dolar AS pada Oktober 2023.
Meskipun mengalami penurunan, capaian surplus tersebut menandai surplus neraca perdagangan Indonesia selama 54 bulan berturut-turut. Baik impor maupun ekspor mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi di bulan Oktober 2024, tetapi kenaikan impor yang lebih tajam menyebabkan surplus perdagangan berkurang.
imbcnews/ant/diolah/