IMBC NEWS, Jakarta | Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, Penny K. Lukito, mengungkap bahwa produk Paracetamol yang diproduksi PT Afi Pharma tercemar senyawa perusak ginjal.
Hal itu disampaikan Penny dalam konferensi pers berlangsung Senin (31/10) di Serang, Banten. Ia menambahkan, untuk produk Afi Pharma ini adalah produk Paracetamolnya. “Ini akan dikembangkan lebih jauh lagi,” katanya.
Ia juga mengatakan, temuan tersebut didapat BPOM berdasarkan hasil uji sampling terhadap 102 daftar produk obat sirop yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk uji kelayakan kandungan bahan baku di laboratorium BPOM RI, karena diduga terkait dengan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia.
Bahan cemaran perusak ginjal yang dimaksud adalah Propilen Glikol melebihi ambang batas keamanan sehingga memicu pencemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada produk.
Ia mengatakan BPOM telah menyelesaikan pengujian terhadap seluruh daftar produk obat sirop yang dilaporkan Kemenkes. Dari total 102 produk, ditemukan tiga produsen farmasi swasta dengan hasil kandungan pencemaran EG dan DEG.
Selain PT Afi Pharma, produsen lainnya adalah PT Universal Pharmaceutical Industries di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara.
Tim gabungan dari BPOM bersama Bareskrim Polri menyita ratusan ribu produk obat sirop bermerek dagang Unibebi untuk demam dan batuk yang diproduksi PT Universal.
“BPOM menyita 64 drum Propilen Glicol dari distributor bahan baku Dow Chemical Thailand Ltd dengan 12 nomor batch berbeda,” katanya.
Selain dua produsen tersebut, BPOM juga melakukan uji sampel obat sirop pada sejumlah produsen yang dinilai tidak patuh pada prosedur cara pembuatan obat yang baik.
Hasilnya, ditemukan pelanggaran serupa oleh PT Yarindo Farmatama di fasilitas produksi Jalan Modern Industri IV Kav. 29, Cikande, Serang, Banten pada produk obat sirop bermerek dagang Flurin DMP yang tercemar Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Oleh karena itu, total sudah tiga produsen obat sirop yang diproses secara pidana karena diduga lalai dalam memenuhi standar keamanan obat.
“Kami menekankan, bahwa ini adalah kejahatan kemanusiaan dan BPOM bersama Polri akan melakukan langkah dengan lebih tegas,” katanya.
Ketiga produsen saat ini dijerat dengan Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan, pasal 196, pasal 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp1 miliar.
Selain itu, produsen diduga memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar dan persyaratan pasal 62 ayat 1 pasal 18 dan UU RI Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda Rp2 miliar.
“Jika terbukti ada kaitan dengan kematian konsumen, akan ada ancaman pasal lain,” katanya. (Sumber: Antara)