IMBCNEWS,Jakarta | Kementerian Pertanian (Kementan) melalui kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melatih dan membina mantan napi terorisme (napiter) untuk melakukan kegiatan ekonomi melalui sektor pertanian.
“Ini kita memberikan solusi permanen untuk saudara – saudara kita mantan Napiter, ini jumlahnya kecil, penduduk kita kan lebih dari 200 juta, kita mencari lahan yang cocok, lahan itu cocok untuk apa, untuk Peternakan atau Hortikultura ataupun Tanaman Pangan, kita kan ada program insentive El Nino, kita kolaborasi,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Jakarta, Rabu.
Mentan Amran menuturkan panen yang nantinya dihasilkan oleh mantan napi terorisme (Napiter) tidak hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau dalam skala kecil, namun juga didorong menghasilkan pangan untuk memenuhi kebutuhan skala nasional. Mentan berharap para Napiter yang bekerja di bidang pertanian diharapkan dapat mengembangkan kapasitasnya dengan dukungan dan pendampingan dari Kementan.
“Jangan biarkan saudara kita berjalan sendiri, kita ciptakan lapangan kerja untuk mereka, agar mereka produktif, berpendapatan lebih dan mampu membiayai keluarganya dengan baik. Nantinya mereka membentuk kelompok, kami ingin mereka berbaur dengan masyarakat, kita harus maju dan fokus membahas ide-ide serta gagasan,” ucapnya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Komisaris Jenderal Ryzko Amelza Daniel mengatakan bahwa pencegahan terorisme merupakan kewajiban semua pihak agar saling memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa.
BNPT memiliki program bagi para Napiter berupa deradikalisasi yang berupaya memberi kehidupan bagi para napiter. Negara, kata Ryzko, juga ingin memberikan kesempatan dan peluang untuk bekerja dan berketerampilan sesuai dengan keinginan dan talenta masing-masing.
Menurut Ryzko, penanganan Napiter melalui pendekatan wawasan kewirausahaan berupa aktivitas produktif dan ekonomi seperti sektor pertanian khususnya perkebunan dan peternakan adalah cara yang paling bagus untuk menekan berkembangnya pemahaman radikal.
IMBCNEWS/ANT/Diolah